Jakarta, Aktual.com — Bersama elemen umat Islam yang lain, Forum Zakat (FOZ) bergabung dalam Komite Umat untuk Tolikara (Komat) Papua. FOZ mendapat tugas sebagai penyedia amunisi dan pendanaan proses rekonsiliasi dan rehabilitasi di Tolikara.
Fokus utama yaitu, pada pembangunan Masjid Baitul Muttaqin Karubaga yang hangus terbakar. Fokus selanjutnya yakni, pembangunan kios warga Muslim yang terbakar dan membuat mereka kehilangan pendapatan.
“Harga material di Karubaga, ibukota Tolikara, sangat mahal. Satu sak semen saja sampai Rp 800 ribu. Belum pasir, besi, ongkos jalan, dan tenaga bangunan. Bisa dibayangkah, harga properti yang di Pulau Jawa senilai Rp 1 Miliar misalnya, di sana bisa menghabiskan Rp5 miliaran,” kata Ketua Umum FOZ, Nur Efendi.
Meninjau mahalnya biaya pembangunan di sana, FOZ berharap sinergi pendanaan dari seluruh anggotanya (yaitu Lembaga amil zakat dan Baznas daerah), bisa menutupi ongkos pembangunan tersebut. Bantuan pemerintah pusat yang diberikan sebesar Rp1 Miliar tidak terlalu besar karena mahalnya living cost di Tolikara yang memang susah aksesnya.
Saat ini, anggota Forum Zakat yang sudah sampai di lokasi terdiri dari beberapa lembaga, yaitu Baitul Maal Hidayatullah, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, dan PPPA Daarul Quraan.
Lembaga lain yang telah terjun melakukan penggalangan dana dan turun ke lapangan adalah Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dan beberapa ormas Islam. Berikut adalah laporan situasi Tolikara, yang ditulis relawan Forum Zakat, Imam Alfaruq yang telah sampai di lokasi pada 21 Juli 2015.
Jumlah penduduk Muslim Tolikara saat ini berjumlah lebih dari seribu jiwa. Kegiatan salat Idul Fitri di Tolikara sudah dilakukan sejak 1945, saat Indonesia merdeka secara terus menerus. Salat Idul Fitri di halaman Koramil sudah dilakukan sejak beberapa tahun sebelumnya dan tidak pernah ada masalah dengan penduduk pemeluk agama lain.
Selama ini salat Idul Fitri dilakukan menggunakan pengeras suara dalam volume kecil yang hanya dapat didengar oleh jamaah salat Idul Fitri. Jumlah jamaah yang hadir tahun ini sekitar 400-an jiwa.
Pada saat bersamaan dengan salat Idul Fitri, sedang dilakukan pertemuan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Internasional yang dihadiri kurang lebih sejumlah 7.000 peserta dari dalam maupun luar Tolikara, termasuk luar negeri.
Melalui Babinsa TNI didapatkan informasi, bahwa saat itu terdapat tiga kelompok penyerang yang berasal dari wilayah atas, tengah, dan bawah, yang berjumlah sekitar 500 orang.
Akibat penyerangan, kios yang terbakar berjumlah 64 kios (ada yang digunakan sebagai tempat tinggal, atau rumah tinggal sebagai ruko). Milik non muslim sebanyak 15 kios, sisanya milik muslim.
Masyarakat meninggalkan ruko saat terbakar. Masjid Baitul Muttaqin terbakar sebagai imbas ruko yang terbakar. Indikasi kebakaran adalah disengaja, karena sebelumnya terlihat ada warga yang membawa solar dan alat pemantik api.
“Akibat penyerangan, sejumlah 243 orang terpaksa mengungsi. Seratus di antaranya adalah balita. Lokasi pengungsian berada di tenda-tenda yang berdiri di kompleks rumah dinas Koramil dan belakang Koramil Tolikara,” kata Imam Alfaruq yang dihubungi via telepon.
Pasokan bahan makanan untuk pengungsi hanya akan cukup hingga empat hari ke depan. Kebutuhan kesehatan pengungsi sudah diakomodir oleh Puskesmas setempat. Terdapat dua perawat dan satu orang dokter.
Namun dinilai kurang atas pasokan kelengkapan obat-obatan dan tenaga medis, jika dibandingkan dengan jumlah pengungsi yang ratusan orang.
Pasca penyerangan, beberapa pengungsi mengalami syok sehingga dibutuhkan trauma healing. Kehadiran relawan yang melakukan kegiatan penanganan spiritual atau psikis cukup diharapkan, sehingga pengungsi yang trauma bisa diatasi.
Mendagri, Bupati Tolikata dan Danramil, pada Selasa (21/7) sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan masjid di lokasi berbeda dari tragedi pembakaran. Lokasi yang baru di belakang kompleks Koramil.
Peletakan batu pertama tersebut dilakukan di lahan kosong dengan estimasi ukuran 40 x 15 meter. Kebutuhan pembangunan masjid diperkirakan Rp 15 miliar dengan asumsi harga bahan bangunan yang cukup tinggi. Diperlukan juga rehabilitasi kios dan rumah tinggal untuk normalisasi kehidupan dan usaha dari korban pembakaran itu yang mayoritas muslim.
Forum Zakat sebagai tempat berkumpul lembaga zakat dan filantropi Islam perlu menjadi leader sector dalam proses sinergi penghimpunan dan penyaluran dana. Beberapa anggota FOZ telah melakukan kampanye penggalangan dana. Mereka memiliki donatur dan muzaki masing-masing. Jika kekuatan ini disatukan, tentu manfaatnya lebih berwujud.
Langkah rekonsiliasi dan rehabilitas yang akan dilakukan oleh Forum Zakat, dipaparkan oleh Amin Sudarsono, Sekretaris Eksekutif FOZ.Pertama, melakukan assessment dan pemetaan kondisi Tolikara secara komprehensif, mulai aspek budaya, komposisi penduduk, sebaran muslim, dan peta geo-politik geo-ekonomi secara lengkap. Ini bisa dilakukan bersama seluruh elemen lokal yang lebih memahami kondisi setempat.
“FOZ akan mengadakan FGD (focus group discussion) di Jayapura mengundang lembaga amil zakat, Baznas, ormas Islam dan tokoh agama yang telah berperan besar pada dakwah di Papua. Agar informasi yang kita punya benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Amin.
Kedua, melakukan pemetaan regulasi dan peraturan daerah, agar tidak gegabah dalam melangkah. FOZ akan melakukan dialog dengan Muspida (Bupati, polisi, TNI, dan elemen pemerintah). Kajian regulasi ini penting untuk memahami konteks kearifan lokal yang mewujud menjadi hukum.
Ketiga, melakukan koordinasi internal lembaga amil zakat dan filantropi untuk prosedur fundraising, agar tidak tumpang tindih penyaluran. Mengingat saat ini beberapa lembaga sudah terhimpun dana.
Dengan sinergi penyaluran akan lebih maksimal. Setidaknya tergambar beberapa program: mendatangkan dai, atau mendidik penduduk lokal menjadi dai, mendirikan Masjid dan pesantren, membuka sekolah umum, membuka layanan kesehatan, santunan rutin kaum miskin.
“Ustad Fadlan Garamatan saja bisa sukses berdakwah dengan modal ratusan sabun mandi. Apalagi sinergi lembaga zakat, filantropi, ormas Islam dengan seluruh sumber daya yang dimiliki, Insya Allah upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik muslim maupun non-muslim di Tolikara, akan lebih mudah berhasil,” kata Amin, yang juga pelaksana sinergi FOZ.
Oleh karena itu, dukungan masyarakat sangat dibutuhkan. Mendirikan Masjid yang roboh dan kios yang terbakar, sebagai tindakan konstruktif tentu layak didukung. Tanpa perlu memperkeruh suasana, dan keberdayaan masyarakat makin meningkat.
Artikel ini ditulis oleh: