Jakarta, Aktual.com —  Proses liberalisasi Migas di Indonesia yang sudah berlangsung sejak lama telah merusak tatanan tata kelola Migas nasional. Pasalnya, dari sisi ekonomi, liberalisasi ini membuat ketergantungan akan Minyak impor kian tinggi, harga Bahan Bakar Minyak melambung tinggi, di sisi lain, laju eksplorasi minyak tak pernah berhenti sementara penemuan akan cadangan minyak baru hingga kini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

“Bahkan persentasi konsesi Migas yang dikelola oleh kontraktor asing sangat tidak wajar dan tidak sebanding dengan jumlah konsesi Migas yang dikelola oleh perusahaan milik negara,” ujar juru bicara Forum Pemuda untuk Kedaulatan Energi (FPKE), Adnan Rarasina dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (29/6).

Menurutnya, hal ini merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan dan ketahanan energi nasional. Kekuatan national energy company (NOC) yang lemah menunjukkan gejala memudarnya ketahanan energi nasional. Indonesia seakan tak berdaya setelah munculnya UU 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Gejala ini semakin diperparah setelah dibentuknya SKK Migas. Lifting minyak kini hanya dikisaran 800 ribu barel/hari merupakan fakta eksistensi lembaga seperti SKK Migas tak patut dipertahankan, bahkan keinginan untuk membentuk Badan Usaha Khusus Migas hanyalah akal-akalan untuk melestarikan praktek liberalisasi sektor Migas nasional,” jelasnya.

Pihaknya menyarakan agar Negara tak boleh tunduk pada tangan-tangan jahat yang tak ingin Indonesia kuat dan mandiri dalam mengelola energi nasional.

“Yang sangat menyedihkan, Pemerintah masih saja mempertahankan model pengelolaan sektor Migas yang salah kaprah dengan mempertahankan adanya lembaga seperti SKK Migas. Banyak yang tak sadar, akibat lemahnya posisi negara, karena menggunakan model Goverment to Bussines (G to B) dalam menjalankan praktek bisnis Migas, Indonesia menghadapi krisis energi nasional,” jelasnya.

Lembaga yang mengatur tata kelola Migas, lanjutnya, telah terbukti gagal dalam membangun industri hulu Migas secara baik dan efektif. Dan lucunya, salah kaprah ini didiamkan begitu saja tanpa ada keinginan untuk menghentikannya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka