Anggota DPR fraksi PKS Jazuli Juwaini tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (7/7/2017). Jazuli yang juga Ketua Fraksi PKS diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AA (Andi Agustinus alias Andi Narogong) terkait kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). AKTUAL/Munzir

Jakarta, aktual.com – Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menolak ide menghapus pendidikan agama di sekolah yang diusulkan kepada Presiden Joko Widodo, karena bagian dari upaya sekularisasi yang bertentangan dengan Pancasila.

“Ide atau wacana itu bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan tujuan pendidikan nasional yang sangat menekankan nilai-nilai pendidikan agama di sekolah. Kami menolak tegas wacana ini,” kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, ditulis Minggu (7/7).

Dia menyesalkan wacana tersebut muncul seiring dengan konsentrasi bersama untuk memperkuat dan mengefektifkan materi atau muatan pendidikan agama di sekolah-sekolah.

Menurut dia mengefektifkan materi atau muatan pendidikan agama itu mampu membentuk siswa didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia sebagaimana amanat Pasal 31 UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Jazuli mencontohkan Lima Amanat Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) kepada Jokowi-Ma’ruf Amin yang berisi harapan untuk lebih memperhatikan pendidikan pesantren sebagai upaya menguatkan pendidikan karakter.

“Selain itu, amanat PBNU jelas menegaskan pentingnya pengarusutamaan pendidikan agama, dalam hal ini pendidikan agama Islam, dengan memperbaiki kurikulum yang menekankan peningkatan akhlakul karimah dengan menonjolkan keteladanan Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.

Menurut dia, pengusul tidak memahami semangat nasionalisme Indonesia yang religius dengan agama sebagai sumber keyakinan, nilai, dan pembentuk karakter generasi bangsa.

Hal itu menurut dia jelas termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945 Sila Pertama Pancasila, Pasal 29 UUD tentang Hak Beragama, Pasal 31 UUD tentang Pendidikan Nasional.

Dia menyesalkan alasan yang dijadikan dasar menghapus pendidikan agama di sekolah yaitu dianggap menyebabkan perpecahan diantara siswa serta maraknya politik identitas, radikalisme, intoleransi.

“Pikiran ini bahaya, pertama, idenya kental bermuatan sekularisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi. Dan yang kedua, pemahamannya salah kaprah dan menjurus pada phobia terhadap agama,” katanya.

Dia menilai Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama harus bersikap tegas menghentikan wacana yang dinilainya kebablasan tersebut.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin