Jakarta, Aktual.com – Anggota Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy untuk mengkaji ulang kebijakan delapan jam belajar dan 5 hari sekolah atau Full Day School.

“Saya pastikan kalau tujuannya sebagai implementasi dari program pendidikan karakter yang menitikberatkan pada 5 nilai utama (religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas), pastinya pak Mendikbud keliru dan gagal paham, kalau Full Day School dijadikan solusinya,” ujar Arteria, Senin (19/6).

Jika perlu, Arteria menyarankan mendikbud untuk segera merevisi Permendikbud no 23 tahun 2017. “Jangan sampai buat gaduh, karena materi muatan normanya secara material bertentangan dengan kearifan lokal, kebhinekaan dan kondisi sosial, filosofis, historis maupin kondisi obyektif yang ada,” katanya.

Menurutnya, Permendikbud itu harus segera direvisi, karena secara formal maupun material dikualifikasikan cacat hukum, daripada demi hukum dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat serta nantinya menjadi preseden buruk dalam dunia pendidikan.

Pertama, kata dia, Materi muatan bukan menjadi kewenangan kemendikbud semata. “Urusan pendidikan di republik ini bukanlah urusan kemendikbud semata, masih ada dan kementrian lain yg diberikan kewenangan atributif untuk mengurus bidang pendidikan, yakni kementrian agama. Jadi tidak bisa diputuskan dan dibuat aturan yang selevel Peraturan Menteri, minimal harus Setingkat Peraturan Pemerintah dan melibatkan banyak kementrian, utamanya kementrian agama,” cetus anggota komisi II DPR ini.

kedua, lanjutnya, kalau kebijakan mendikbud tujuannya sebagai implementasi program Pengutan Pendidikan Karakter, bukan harus diartikan siswa berlajar selama 8 jam di kelas. “Pak mendikbud harusnya melihat kebelakang bagaimana banyak tokoh bangsa ini yang tidak terlahir dari sekolah formal. Mendikbud harusnya paham, dunia luar melihat betapa hebatnya Indonesia di dalam meramu dan mengkombinasikan serta mengkolaborasikan pendidika formal dg kegiatan luar sekolah, yang sekarang kita kenal dengan istilah extra kulikuler, padahal pendidikan kita sudah mengadopsi lebih dahulu,” katanya.

Ketiga, tambah dia, kebijakan FUll Day School berpotensi membunuh kearifan lokal, menghapus sejarah serta mencabut jati diri bangsa serta berpotensi membunuh eksistensi sekolah-sekolah agama. Khususnya madrasah diniyah, pondok pesantren dan Tempat Pendidikan Quran (TPQ) serta Pengajian Sore yang sudah ada sejak ratusan tahun dan menjadi bukti sejarah peradaban islam dala. perjuangan merebut kemerdekaan.

“Hingga saat ini khususnya di Dapil Saya, Kediri, Blitar dan Tulungagung ritual pendidikan seperti ini masih terus berlangsing dan terbukti efektif dalam pembentukan karakter dan budi pekerti para generasi penerus bangsa,” jelas Arteria.

Atas alasan tersebut, Arteria menyatakan menolak dengan tegas wacana Mendikbud itu.

“Sikap saya tida akan mungkin bergeser, saya akan fight mendesak mendikbud untuk mengkaji kembali kebijakannya, tentunya enggak perlu sampai ke Pak Jokowi, karena Pak Jokowi pastinya satu ide dengan kita,” pungkas Legislator Jawa Timur itu.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid