Jakarta, Aktual.com — Perubahan status Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perlu diwaspadai. Perubahan status tersebut berpotensi membuat Freeport Indonesia bisa beroperasi lebih lama di Indonesia.
Ada tiga hal yang patut diwaspadai dari perubahan status tersebut. Pertama, perubahan status ini merupakan penyelundupan hukum yang dilakukan oleh Freeport Indonesia agar memperoleh perpanjangan izin lebih awal. Pasalnya, dalam Kontrak yang lama, izin Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021, sementara berdasar ketentuan maka izin tersebut dapat diperpanjang hanya 2 tahun sebelum berakhir. (Baca: Status Freeport IUPK, Bentuk Penyelundupan Hukum KESDM)
Energy Watch Indonesia menilai Freeport semakin bikin repot bangsa Indonesia. Pasalnya, semakin lama Freeport tidak menghargai bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat atas kekayaan alam yang dimiliki.
“Semakin lama, Freeport semakin tidak menghargai bangsa Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan sebagai pemilik sah atas kekayaan sumber daya alam di Papua. Tiap hari kekayaan alam Indonesia di exploitasi oleh Freeport,” ujar Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Jumat (26/6).
Menurutnya, Menteri ESDM Sudirman Said lebih suka memperkaya Freeport, sebaliknya Indonesia tidak mendapat dampak signifikan dari ribuan triliun nilai tambang Freeport khususnya bagi papua yang tetap miskin kehidupannya.
“Ini anomali luar biasa, orang bisa kehausan di bawah air terjun,” jelasnya.
Pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Sudirman Said supaya bersikap lebih keras dan tegas kepada Freeport. Sebagai bangsa berdaulat, Sudirman Said tidak boleh didikte oleh perusahaan seperti Freeport.
“Sudah waktunya untuk lebih tegas dan lebih berani, jika Freeport masih terus bikin repot, silahkan Freeport angkat kaki dari Papua, pergi tinggalkan Indonesia,” tegasnya.
Dirinya menyarakan agar menteri ESDM mengkaji untuk mengambil alih pembangunan smelter, dananya ambil dari dana cost recovery yang cukup besar di APBN. Nilai smelter ini dijadikan divestasi saham di Freeport. Atau sekalian akuisisi semua saham Freeport yang nilainya sekitar USD10 Miliar.
“Dananya pakai dulu dana cost recovery di APBN yang jumlahnya sekitar USD16.5 Miliar sambil mencari investor yang mau bergabung dengan keuntungan yang adil bagi bangsa dan bagi rakyat Papua secara khusus. Satu hal lagi yang paling penting selama pembangunan smelter dilakukan, kenakan bea keluar ekspor konsentrat sebesar 20%,” jelasnya.
Dikatakannya, kepemilikan Freeport penting agar bangsa Indonesia tidak didikte oleh siapapun. Jika Freeport tidak mau tunduk pada hukum Indonesia, silahkan pemerintah umumkan tidak akan memperpanjang kontrak Freeport, maka itu akan menghancurkan saham Freeport dan akhirnya akan tunduk pada kita.
“Sekali lagi, jika Freeport terus bikin repot, silahkan angkat kaki dari Papua, pergi dari Indonesia,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka