Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)
Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Front Revolusi Selamatkan Kekayaan Bangsa (FOROS-Bangsa) menilai pemerintah harus memiliki kecepatan dalam menentukan kebijakan terkait rekomendasi izin eksport konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PT FI) yang habis per tanggal 28 Januari 2016. Menurut aturan yang ada, Freeport seharusnya dilarang untuk mengekspor hasil tambang dalam bentuk konsentrat. Selain itu, Freeport pun tak kunjung mau menyetorkan jaminan keuangan untuk pembangunan fasilitas pengolahan mineral (smelter) senilai USD530 juta ke pemerintah Indonesia.

“Pemerintah harus mengkaji secara mendalam dan mengambil tindakan tegas terkait ini. Disatu sisi Freeport tidak memiliki iktikad untuk menyetor jaminan smelter, dan di sisi lain Indonesia banyak kehilangan pendapatan lewat bea ekspor konsentrat yang terhenti,” ujar Rakhmat Abril Kholis, Ketua Presidium FOROS-Bangsa dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (2/2).

Seperti diketahui, kemarin mulai terdengar wacana revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) No. 4 Tahun 2009 oleh Komisi VII DPR terkait Perundang-undaangan yang mengatur secara rigit hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya mineral (tambang) dan batu bara dari hulu hingga ke hilir.

Menurutnya, revisi ini terangkat atas dasar pertimbangan bahwa Indonesia sangat tidak diuntungkan dengan sistem pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara seperti ini.

“PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diterima Indonesia melalui sektor Minerba hingga kini hanya berkisar Rp35 triliun. Hal ini bisa dikategorikan sangat kecil dibandingkan dengan banyaknya unit-unit sumber daya alam berupa mineral dan batubara yang ada di negeri ini,” tambahnya.

Padahal Undang-undang menyebutkan, sumber daya alam yang terkandung di bumi pertiwi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

“Revisi UU No. 4 Tahun 2009 oleh DPR RI dan pemerintah harus dilakukan sesuai dengan jalurnya. Revisi tersebut harus menguntungkan bangsa dan negara Indonesia, bukan sebaliknya,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka