Jakarta, Aktual.com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menepis adanya pemberitaan di media yang mengaitkan gerakan penolakan Joint Venture (JV) Refinery Development Master Plan (RDMP) kilang Cilacap yang dilakukan para pekerja, dihubungkan dengan ‘mata hari kembar’ di Pertamina.
Presiden FSPPB, Noviandri mengaku tidak tahu-menahu persoalan dua mata hari tersebut. Namun yang pasti ujarnya, gerakan serikat menolak JV RDMP tersebut karena dinilai membahayakan kedaulatan negara.
Diketahui perjanjian itu tidak mempunyai terminasi (batas waktu kontrak), sehingga rekanan akan selama-lamanya memiliki saham atas aset selagi kilang tersebut beroperasi.
“Kami mengklarifikasi adanya pemberitaan di media bahwa gerakan penolakan serikat atas JV ini dikaitkan dengan matahari kembar di Pertamina. Kami tidak tahu persis masalah mata hari kembar itu. Tapi yang pasti JV ini sangat berbahaya karena tidak ada terminasi. sepanjang kilang itu ada maka rekanan tetap memiliki bisnis di Indonesia melalui kilang itu,” ujarnya di Jakarta ditulis Rabu (28/12).
Namun dia memaklumi isu yang berkembang tersebut, dia menganggap hal itu disebabkan belum sampainya informasi yang lengkap dari pihaknya.
“Kami kira karena pengamat tersebut belum mendapat informasi yang lengkap dari kami. Gerakan serikat berdasarkan gerakan hati nurani atas rasa cinta kepada bangsa ini,” tandasnya.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengaitkan gerakan demo oleh Serikat Pekerja Pertamina Unit RU IV Cilacap dengan ‘perang dingin’ yang ada di Pertamina.
“Saya dikagetkan oleh gerakan demo Serikat Pekerja Karyawan Pertamina Unit RU IV Cilacap pada tgl 23 Desember 2016 untuk menolak kebijakan Direksi Pertamina menyangkut Refinery Develoment Nasterpalan Proyect (RDMP),” ujarnya, Minggu (25/12)
Menurut Yusri, kejadian ini berawal dari kebijakan Meteri Rini Soemarno yang berupaya menyingkirkan posisi Dwi Sutjipto sebagai Dirut Pertamina yang kabarnya telah mengancam posisi Rini sebagai Menteri BUMN pada resuffle jilid 3 pada bulan juli 2016.
“Dugaan langkah itu semakin nyata ketika Rini Soemarno melakukan kebijakan ‘hatrick’ terhadap manajemen Pertamina,” katanya.
Pertama, Rini merombak struktur dengan menambahkan jabatan Wakil Dirut dan Direktur Megaproyek. Kemudian mengangkat Ahmad Bambang sebagai Wakil Dirut Pertamina yang membawahi Direktorat Pemasaran, Direktorat Pengolahan dan Direktorat Energi Baru Terbarukan , dan bahkan akan menarik Fungsi ISC dibawahnya.
Tidak hanya itu, Rini juga mengangkat Toharso (latarbelakang pemasaran sepanjang karirnya) menjadi Direktur Pengolahan. Kejadian ini bertepatan pada hari demo damai 212, sehingga dipilih momentum pada saat perhatian publik terkalahkan.
“Dengan ke tiga langkah itu, maka sempurnalah pencipta mata hari kembar di Pertamina oleh Rini. Tentu posisi Direktur utama semakin lemah dan akan menjadi kambing hitam dari setiap proyek,” tandas Yusri.
Untuk diketahui, Direksi Pertamina sudah menanda tangani JV RDMP Cilacap untuk meningkatkan kapasitas kilang saat ini sebesar 348.000 barel perhari ( Bph) menjadi 400.00 Bph dengan peningkatan Nelson Complexity Index (NCI) mencapai 9, 4 dari angka semula 4. Proyek ini juga akan menghasilkan BBM standar Euro 5 dengan total nilai investasi sekitar USD 5 miliar.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka