Jakarta, Aktual.com – Ribuan massa yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) menggelar aksi 212 Jilid II di depan Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2).
Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath dan perwakilan lainnya diterima Komisi III DPR untuk menyampaikan tuntutannya. FUI meminta agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diberhentikan sebagai gubernur DKI Jakarta karena berstatus terdakwa penistaan agama.
“Saudara Basuki Tjahaja Purnama dalam status terdakwa di aktifkan kembali setelah cuti oleh pemerintah, ini yang kami persoalkan. Komisi III berperan aktif dalam hal ini agar pelaksanaan hukum dikawal, dan terdakwa segera di nonaktifkan,” ujar Al Khaththath di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2).
Kedua, FUI juga meminta Komisi III dan DPR secara umum agar terdakwa kasus penistaan segera ditahan. Sebab, jika tidak maka akan memberikan peluang kepada Ahok untuk mengulangi perbuatannya.
“Dan baru ini kita lihat bahwa terdakwa menggunakan seragam dalam suatu perbincangan telah mengeluarkan pernyataan menyakiti umat islam. Dia mengatakan kita akan membangun wifi yang alamatnya Al Maidah 51 dengan password kafir. Bagi kami ini pelecehan. DPR harus menegur MA untuk segera menahannya di pengadilan,” tegas dia.
Ketiga, FUI juga melihat adanya upaya kriminalisasi terhadap ulama dan aktifis islam saat acara Jum’at Qubro pada 2 Desember lalu. Dimana dalam acara super damai itu, aksi berjalan kondusif dan dihadiri Kapolri, Panglima TNI hingga Presiden Joko Widodo yang mendengarkan khutbah jumat dan bahkan memberikan sambutan.
“Kita melihat ini kenangan manis berujung pahit, kriminalisasi luar biasa terhadap Habib Rizieq yang ditimpa 12 perkara. Ini enggak main-main. 12 perkara kami melihat banyak yang aneh-aneh,” ungkap Al Khaththath.
“Juga terhadap ust. Bachtiar Nasir rekening infaq masuk dalam tindak pidana pencucian uang. Ini infaq, sebelum diperiksa oleh PPATK. Sampai-sampai bendahara dari aksi 212 yang waktu itu di organisir GNPF MUI Lutfi Hakim sampai meminta bank, mencetak transaksi ada tuduhan uang besar dari Cikeas Rp10 miliar. Kami melihat kriminalisasi,” tambahnya.
Keempat, adanya tindakan represif dalam penangkapan terhadap mahasiswa.
“Kami laporkan dari pihak mahasiswa bisa menceritakan lebih dalam,” pungkasnya.
Laporan: Nailin In Saroh
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby