Jakarta, Aktual.com — Trans Pacific Partnership (TPP) yang akan diikuti oleh pemerintah Indonesia mencuatkan bahaya yang luar biasa, terutama di sektor perdagangan mineral dan batubara (minerba).

Menurut dosen sosiologi Universitas Nahdlatul Ulama (NU), Luluk Hamidah, perusahaan besar dalam kategori multinational corporations (MNC) terutama di sektor minerba banyak berasal dari negara anggota TPP itu. Seperti PT Freeport Indonesia yang berasal dari Amerika Serikat.

“Sehingga perusahaan seperti Freeport, yang sebagai MNC ini, meski atas nama UU bisa dikalahkan gara-gara adanya perjanjian di TPP ini,” tandas dia kepada Aktual.com, Minggu (20/3).

Dia memberi contoh, perusahaan seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bisa membawa ketidaksukaannya ke pengadilan, jika ada aturan yang tidak disukai.

Bahkan dari sisi Indonesia, jika ada kesepakatan yang merugikan Indonesia dan tidak sesuai dengan UU, tidak bisa secara tiba-tiba dibatalkan. Kecuali harus membayar ganti ruginya.

“Artinya, negara ini bisa dibangkrutkan oleh perusahaan MNC. Ini bentuk kolonialisme yang ditentukan secara sepihak oleh negara maju. Kalau bagi mereka enak, karena sudah ada kemapanan ekonomi, infrastruktur, pengaruh, dan bahkan dominasi,” beber dia.

Dengan kondisi MNC yang bisa di atas angin itu, lantaran TPP ini akan memiliki pengadilan sendiri untuk mengadili pengusaha asing melawan pemerintah.

“Jadi ini lebih parah dari VOC (penjajah Hindia-Belanda dulu). Bahkan dengan adanya pengadilan sendiri, jangan-jangan mereka juga punya tentara sendiri untuk bisa mengamankan aset-aset mereka di satu negara,” jelas Luluk.

Jadi ia menegaskan, dengan kondisi iru maka tidak ada sama sekali manfaatnya masuk TPP.

“Ini sangat berbahaya. Terutama di sektor perdagangan dan minerba. Para UKM akan tergilas yang untung hanya pengusaba besar. Bahkan dapat menimbulkan chaotic,” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan