Terkait kabar adanya Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 1158/ K/ Pdt/2017 tertanggal 17 Juli 2017 antara Sutiman Bin Ayub melawan Gubernur Kepala Daerah DKI. Dalam Putusan tersebut Majelis Hakim menolak permohonan Kasasi Sutiman Cs. Menurut Marthen, hal itu mengacu pada perkara kepemilikan lain antara Sutiman dan Trimulyo. Bukan sengketa kepemilikan antara Sutiman dan Gubernur DKI.

“Sehingga Putusan MA hanya menyatakan sita jaminan tersebut tidak sah, bukan menyatakan Sutiman pihak yang kalah. Ini yang harus diketahui oleh publik secara jelas,” ungkapnya.

Penjelasan tersebut dipaparkan Marthen sekaligus menanggapi keterangan dari Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta William Yani yang menyatakan bahwa MA telah memutuskan lahan seluas 25 hektare itu milik Pemprov DKI Jakarta. Kepemilikan lahan itu tertulis di Badan Pengelola Keuangan Pemda DKI tertanggal 9 Januari 2012 yang menyatakan bahwa rawa yang terletak di Jalan Kayu Tinggi/Tambun Rengas yang dikenal dengan Rawarorotan, Kelurahan Cakung Timur, Kecamatan Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur seluas 25 hektare merupakan aset Pemda DKI Jakarta.

“Belum ada satupun putusan pengadilan perdata yang memutuskan atau menyentuh pokok perkara sengketa kepemilikan atas lahan milik Sutiman sehingga status quo masih menjadi milik Sutiman cs,” ucapnya.

Dijelaskannya, sawah milik Sutiman cs ini bukan status tanah negara bebas yang dapat begitu saja diinventarisasi menjadi aset Pemprov DKI tanpa proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi. “Sebelum masuk menjadi wilayah Provinsi DKI Jakarta, lahan milik Sutiman cs ini sudah bertahun-tahun digarap sebagai sawah pertanian. Masak bisa diinventarisasi begitu saja sebagai aset Pemprov DKI lalu dialihkan ke pihak swasta untuk membangun perumahan mewah. Siapa pun pejabat terkait yang melakukan pembiaran berlanjut tindakan tersebut di atas dapat dituntut sebagai tindak pidana Tipikor,” jelasnya.

Saat ini, lahan dan sawah tersebut sekarang dialihkan ke pihak swasta (pengembang JGC) untuk dijadikan danau (bukan waduk) seluas 15 ha dan 10 ha dibangun vila-vila mewah. Karena itu, dirinya mendesak permasalahan ini sebaiknya diaudit oleh BPK karena berpotensi menimbulkan kerugian negara.

“Pengalihan inventarisasi aset ini ke pihak swasta tidak melalui prosedur dan persyaratan hukum yang benar sehingga terbuka peluang adanya kerugian negara,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka