Karenanya, dia berharap Pemerintah dapat mengkaji kembali rencana penerapan kenaikan cukai dan penyederhanaan layer cukai yang berpotensi akan menimbulkan kerugian, baik bagi industri maupun negara sendiri.

Ismanu Soemiran, menyampaikan faktanya penjualan Industri Hasil Tembakau (IHT) yang setor ke negara sebesar hampir 70 persen. Itu setara kurang lebih Rp 200 Triliun. Maka sesungguhnya IHT dapat disebut BUMN yang dikelola swasta. Ismanu menegaskan hidup mati industri hasil tembakau tergantung pemerintah juga.

Secara defacto pemerintah adalah penerima pungutan terbesar hasil penjualan IHT. ”Oleh karenanya bila pemerintah tetap kukuh kami tetap akan menjalankan kebijakan cukai 2019 /PMK146. Kami percaya pemerintah menganggap kami bagaikan angsa yang bertelur emas,” katanya.

Selain itu, tambahnya, kenaikan cukai ini juga berpotensi meningkatkan rokok ilegal. Gappri menilai salah satu sebab meningkatnya rokok illegal dan menurunnya produksi rokok adalah karena tingginya harga rokok akibat kenaikan tarif cukai yang tinggi di atas tingkat kemampuan beli masyarakat. Perdagangan rokok illegal selain mengganggu stabilitas industri rokok, juga mengganggu penerimaan negara.

Dia mencontohkan, di Malaysia karena tarif rokok yang mahal membuat rokok ilegal kian banyak. Hal ini juga dialami di kota New York, Amerika Serikat. ”Bila rokok ilegal makin banyak maka pemerintah juga tidak dapat penerimaaan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara