Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo melakukan tinjauan dan sosialisasi uang rupiah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun emisi 2016 di pusat perbelanjaan Blok M Square di Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016). Di pusat perbelanjaan tersebut, Agus juga menyaksikan layanan penukaran uang NKRI desain baru tersebut. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) menyebut tren rasio kredit macet (non performing loan/NPL) sektor perbankan di 2016 yang tinggi memicu pihak perbankan enggan menurunkan suku bunga kreditnya.

Padahal, transmisi kebijakan yang dilakukan regulator moneter itu cukup lebar dengan menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate dan Giro Wajib Minimum (GWM) masing-masing 150 basis points (bps).

“Jika NPL bank turun, maka suku bunga kredit juga akan ikut turun. Tapi kemungkinan penurunannya masih lama sekitar 1-1,5 tahun lagi,” cetus Gunernur BI, Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu (25/1).

Menurutnya, NPL tahun lalu memang lebih tinggi dari tahun 2015. Hingga akhir November 2016, NPL di kisaran 3,1% gross dan 1,4% nett. Padahal NPL di sepanjang 2015 sebesar 2,4%.

“Sehingga yang terjadi ada beberapa bank yang tingkat NPL-nya cukup tinggi. Itu biasanya agak sulit bagi bank untuk turunkan bunganya,” cetus dia.

Gubernur BI mengakui, respon perbankan dalam menyikapi pelonggaran kebijakan moneter itu masih belum optimal. Hal ini tercermin pada suku bunga kredit yang baru turun 79 bps atau 0,79% dan suku bunga deposito sudah turun 122 bps (1,22%) hingga Desember 2016 lalu.

“Kami lihat nanti di pertengahan tahun saat restrukturisasi (perbankan) semakin efektif dan NPL terjaga, maka suku bunga akan turun. Ditambah lagi kalau nanti ada efisiensi di pasar dan likuiditas merata di perbankan, bunganya (kredit) masih bisa turun,” jelas Agus.
Laporan: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: