Situasi lokasi penambangan ilegal emas yang telah ditinggalkan para penambang di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, Minggu (15/11). Kawasan Gunung Botak mengalami kerusakan lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida oleh ribuan penambang yang melakukan aktivitas penambangan ilegal sejak 2011. ANTARA FOTO/Jimmy Ayal/kye/15.

Jakarta, Aktual.com – Melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 422.K/30.DJB/2017, PT.Citra Palu Mineral (CPM) diberikan hak kelola kawasan pertambangan emas Di Wilayah Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu Sulawesi Tengah.

Manager Kampanye WALHI Sulteng, Stevandi menuturkan bahwa Cita Palu Minerals sendiri adalah anak perusahan dari Bumi Resources Tbk yang dimiliki Oleh Bakrie Grup. Citra Palu Minerals telah Mengantongi Kontrak Karya Wilayah Poboya Blok I sejak tahun 1997. Kontrak Karya ini sudah beberapa Kali dilakukan perpanjangan, dan terakhir pada tahun 2016.

“Wilayah Poboya sendiri dalam Peta ekspliotasi Citra Palu Minerals, berada dalam Blok I yang memiliki kandung SDA yang cukup besar. Dalam Amdalnya dijelaskan bahwa Perkiraan Pengelolaannya dikisaran 650.000 biji ton/tahun. Apa lagi dalam keputusan Menteri ini, Citra Palu Minerals beroperasi hingga tahun 2050. Ini adalah prospek yang sangat menjanjikan,” ujar Stevandi secara tertulis, Senin (4/12).

Namun kata Stevandi, ada beberapa persoalan mendasar yang lalai di perhatikan Pemerintah daerah sebelum menerbitkan izin lingkungan sebagai syarat izin produksi

Dia mengungkapkan, izin lingkungan yang di terbitkan oleh Gubernur Sulawesi tengah melalui Dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu Izin Lingkungan dengan nomor : 660/576/ILH/DPMPTSP/2017 tidak mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.2300/MenLHK.PKTL/IPSDH/PLA.1/5/2016 tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan,Penggunaan Kawasan Hutan Dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi X).

“PT. Citra Palu Mineral blok 1 poboya terdapat Hutan Primer Seluas 18.691,89 Ha dengan rincian sebagai; Taman Hutan Rakyat (Tahura) seluas 4.907,11 Ha. Hutan Lindung (HL) seluas -/+ 11.075,26 Ha. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas -/+ 2.495,11 Ha. Areal Penggunaan Lain (APL) Seluas -/+ 215,50 Ha,” paparnya.

Sehingga dengan penerbitan Izin Lingkungan tersebut, Walhi Sulteng Menduga ada indikasi Pelanggaran hukum dalam izin lingkungan tersebut. Penerbitan izin lingkungan lalai dan Kurang memperhatikan Azas Kehatia-hatian dalam Penerbitan Izin Lingkungan PT.Citra Palu Minerals, sehingga berimplikasi pada Degradasi Hutan/Lingkungan yang berdampak serius pada Masyarakat kota Palu.

“Kita ketahui bersama, manfaat hutan cukup besar bagi kelangsungan hidup manusia, misalnya saja sebagai penyimpan kebutuhan air, menyerap zat beracun diudara (Polusi), mencegah banjir, Longsor. Apalagi wilayah poboya adalah penyedia air bersih buat kota palu,” ujar dia.

“Sehingga kami menilai ada pelanggaran, penerbitan izin ini adalah cerminan dari pemerintahaan yang hanya berpihak pada Keberlangsungan Modal, tanpa mempertimbangkan dampak terhadap Masyarakat,” pungkasnya.

(Reporter: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka