“Garuda Indonesia Bantah Alami Kebangkrutan,”. Begitu judul berita satu media online yang tayang kemarin (Senin, 12/6). Bantahan datang langsung dari Dirut PT Garuda Indonesia Tbk, Pahala N Mansury.
Sebagai mantan bankir, Pahala lantas menyorongkan sederet angka terkait kinerja keuangan perusahaan penerbangan pelat merah yang dikomandaninya itu. Menurut dia, sejak kuartal dua 2017, misalnya, kinerja keuangan Garuda mulai membaik.
Di sisi lain, mantan Direktur Bank Mandiri itu mengakui tiga bulan pertama memang Garuda kena hajar rugi. Kinerja minus itu disebabkan beberapa hal. Antara lain, kenaikan harga bahan bakar avtur.
Dalam setahun terakhir belanja avtur naik 54 persen dari US$189,8 juta di kuartal pertama 2016, menjadi US$292,3 juta di tahun berikutnya. Pada kuartal pertama Garuda mengumumkan rugi sebesar US$98,5 juta. Jika dihitung dengan kurs Rp 13.300 saat laporan disampaikan, maka kerugian itu setara dengan Rp 1,31 triliun.
Padahal pada kuartal yang sama tahun sebelumnya, perseroan sukses mengukir laba US$1,02 juta. Meski begitu, Pahala menilai anggapan sejumlah kalangan, bahwa kerugian tersebut bakal membangkrutkan perusahaan, adalah terlalu berlebihan.
Sebagai komandan baru yang baru saja didapuk jadi nakhoda Garuda pada April 2017 silam, tentu saja Pahala harus bekerja ekstra keras dan ekstra cerdas. Sejumlah jurus telah disiapkan.
Antara lain fokus pada peningkatakan efisiensi, pembenahan rute, dan integrasi dengan anak perusahaan (City Link) juga BUMN lain. Untuk soal integrasi manajemen bakal memperhatikan dari semua aspek, terutama soalpricing dan, lagi-lagi, rute.
Artikel ini ditulis oleh: