Direktur Utama PT Pertamina Gas Hendra Jaya (tengah) didampingi Corporate Secretary PT Pertamina Gas Adiatama Sardjito (kiri) meninjau instalasi metering station jalur pipa gas milik PT Pertamina Gas di Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/8). PT Pertamina Gas membangun jalur pipa gas berdiameter 24 inchi sepanjang 1000 meter dengan teknologi HDD yang berada di kedalaman 20 meter di bawah permukaan tanah, jalur tersebut merupakan rangkaian proyek pipa gas ruas Muara Karang - Muara Tawar dengan total panjang 31 kilometer. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan harga gas untuk industri dapat turun menjadi USD 6 per MMbtu. Harga tersebut dinilai paling pas dan akan mampu untuk mendorong daya saing industri Indonesia terutama di kawasan Asia Tenggara.

Namun rupanya Presiden Jokowi tidak mendapatkan informasi yang benar tentang harga gas industri di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.

“Harga gas sebuah negara tidak bisa apple to apple dibandingkan. Misal harga gas di Singapura dengan di Indonesia, ataupun harga gas di Malaysia dengan di Indonesia,” kata Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, Senin (10/10).

Menurutnya, harga gas di Malaysia sudah pasti lebih rendah karena adanya subsidi dari pemerintah. Kemudian untuk negara Singapura juga ternya melalui subsidi yang dilakukan oleh pemerintah negara itu.

Agung memaparkan rata-rata harga gas di negara Singapura per 1 Agustus sampai 31 Oktober 2016 termasuk pajak yang dijual ke konsumen mencapai USD18,5 per MMbtu jika tanpa subsidi.

Sedangkan harga gas di Malaysia karena adanya subsidi mencapai USD6,6 per MMbtu. Adapun di China harga gasnya sebesar USD15 per MMbtu dan di Thailand sebesar USD7,5 per MMbtu. Sementara harga gas di Indonesia rata-rata USD9 per MMbtu.

“Jadi tolonglah siapapun yang menyampaikan informasi ke Presiden Jokowi jangan sepotong-sepotong seolah-olah harga gas kita paling tinggi,” kata Agung.

Namun begitu Agung juga menyampaikan bahwasannya di tengah menurunnya harga minyak dunia memang sudah sepantasnya harga gas juga mengalami penurunan, akan tetapi realisasi itu tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan dengan mematok harga.

Kemudian dia juga mengingatkan agar pemerintah tidak mencari kambing hitam dalam persoalan tingginya harga gas, karena justru yang memiliki peranan besar menyebabkan harga gas tinggi adalah dari kebijakan pemerintah itu sendiri yang belum menunjang instrumen penurunan.

(Laporan: Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka