Jakarta, Aktual.com — Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho mengungkapkan isi pembicaraan islah antara dirinya dengan Wakil Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi dan pejabat tinggi Partai Nasdem pada 19 Mei 2015.
“Mekanisme pertemuan, saya minta bicara tidak terlalu lama. Saya menceritakan bagaimana kami bisa bekerja dengan tenang kalau pemerintah kami selalu digoyang isu politik yang saya yakin dilakukan Wakil saya. Pak Wakil ada di samping saya, lalu wakil saya diminta bicara oleh Pak Surya Paloh, dia menceritakan sekian banyak bahkan 5 kali lebih panjang intinya dia tidak diperankan, lalu dia mengatakan di UU seharusnya dia menangani bidang pemuda dan olahraga, pengawasan internal, pemberdayaan perempuan, dan ada satu lagi itu pun dia tidak dilibatkan. Itu kira-kira yang disampaikan wakil saya dalam forum pertemuan dengan Surya Paloh,” kata Gatot dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Kemayoran, Senin.
Terdakwa dalam perkara ini adalah Patrice Rio Capella yang didakwa menerima Rp200 juta dari Gatot Pujo Nugroho, dan Evy Susanti melalui Fransisca Insani Rahesti dengan tujuan mempermudah pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Batuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakkan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung melalui pendekatan islah.
Islah itu terjadi pada 19 Mei 2015 di kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia yang dihadiri oleh yang dihadiri oleh Gatot Pujo Nugroho dan Wagub Tengku Erry Nuradi yang merupakan kader Nasdem, Ketua Umum Partai Nasdem dan Ketua Mahkamah Partai Nasdem Otto Cornelis Kaligis.
“Pak Wakil mengatakan ia pun tidak dilibatkan untuk penempatan kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah),” tambah Gatot.
Padahal menurut Gatot, untuk mengisi jabatan kepala SKPD merupakan wewenang Gubernur.
“Saya sampaikan ke Wagub, Pak Wakil ini ada 55 SKPD kita sudah konsultasi ke menteri PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) dan biro konsultasi kalau (penunjukkan kepala SKPD) sudah ‘due of duty’ jadi tidak perlu membidik jabatan tapi pengisian jabatan karena sesuatu dan lain hal misalnya karena pensiun,” tambah Gatot.
Pasca islah, menurut Gatot pemerintahan kembali berjalan lancar.
“Setelah 19 Mei itu, publik dan media melihat kami sebagai pemerintahan,” ungkap Gatot.
Awal gonjang-ganjing Gatot dan Tengku Erry adalah terkait dengan pemanggilan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis dan Plt Sekretaris Daerah Sabrina dalam penyelidikan kasus Bansos yang menjadikan Gatot sebagai tersangka.
“Yang dikatakan Mendagri hubungan harmonis antarkepala daerah dan wakil hanya bertahan 18 bulan. Kasus bansos itu yang pasti terkait politik karena berdasarkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK tidak ada kerugian dan meminta saya meminta OC Kaligis sebagai penasihat hukum karena bansos komoditas politik, kami pernah melakukan bedah dengan staf ahli mendagri dan mengatakan tidak ada pelanggaran dalam bansos itu,” ungkap Gatot.
Atas permintaan keterangan dua anak buahnya itu, Gatot pun berupaya untuk mendekati Rio Capella agar melangsungkan ilah.
“Pertemuan tanggal 19 Mei itu menurut kami peran banyak pihak, salah satunya Pak Rio karena beliau sekjen partai Nasdem,” jelas Gatot.
Rio dikenakan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby