Plt Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham (tengah) bersama Khofifah Indar Parawansa (kiri) dan Emil Elistyanto Dardak menunjukkan surat rekomendasi Cagub dan Cawagub Jawa Timur pada Pilkada 2018 di Jakarta, Rabu (22/11/2017). Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar resmi mendukung Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak sebagai pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur pada pemilihan gubernur Jatim 2018 mendatang dan Surat rekomendasi tersebut diserahkan langsung oleh pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum DPP Golkar, Idrus Marham. AKTUAL/Munzir

Surabaya, Aktual.com – Dukungan Partai Golkar terhadap pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak dalam Pilgub Jatim ternyata berujung konflik.

Pasalnya, sebelum memberikan dukungannya, Partai Golkar telah mengisyaratkan bagi pendaftar Bacagub Jatim untuk membayar biaya pendaftaran sebesar Rp50 juta.

“DPD Golkar Jatim harus segera mengembalikan uang pendaftaran Bacagub dan Bacawagub yang telah mendaftar di Pilgub Jatim 2018,” ujar Ketua Pengurus Daerah Kolektif (PDK) Kosgoro 1957 Jawa Timur Yusuf Husni di Surabaya, Senin (4/12).

Padahal, lanjut Yusuf, dua kandidat yang mendaftar adalah kader terbaik Kosgoro 1957, yakni Ridwan Hisjam dan Mayjen (purn) Istu Hari Subagio.

“Beberapa calon yang sudah mendaftar tidak mengungkapkan kekecewaannya secara langsung, namun yang dilakukan Partai Golkar telah merusak sistem demokrasi di Indonesia. Buka pendaftaran, tapi pilih ke yang lain,” lanjutnya dengan kesal.

Yusuf menilai, jika DPD Partai Golkar Jatim telah melanggar Juklak-06/DPP/GOLKAR/VI/2016 tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dari Partai Golkar.

“Sesuai Juklak-06, tidak disebutkan persyaratan membayar biaya pendaftaran Rp50 juta. Kalau Jawa Timur menerapkan persyaratan seperti ini, bukan tidak mungkin seluruh DPD Partai Golkar di Indonesia juga menerapkan aturan serupa,” terangnya.

Yusuf tidak menampik jika sejak era Setya Novanto kondisinya sangat parah.

“Golkar menjadi partai yang tidak jelas arahnya. Kesungguhan Partai Golkar dalam mengelola oraganisasi secara demokratis dipertanyakan. Tetapi yang lebih penting adalah perilaku pemimpinnya. Saat ini nuansa oligarki dan hegemoni di partai sangat kuat. Banyak aturan baik di AD/ART maupun produk-produk aturan yang dibuatnya sendiri, dan kemudian dilanggar,” ucapnya.

Dengan adanya kasus Setya Novanto yang kini mendekam di tahanan, lanjutnya, bisa menjadi tonggak baru untuk mencari figur pemimpin bagi Golkar.

“Jika Golkar Jatim bersedia mengawali mengembalikan mahar, kami harapkan juga diikuti daerah-daerah lain. Karena sudah jelas dampak konsekuensi hukumnya. Dan kepada kepengurusan DPP PG yang baru hasil Munaslub agar mengusut secara tuntas kasus ini,” tutupnya.

(Ahmad H. Budiawan)

Artikel ini ditulis oleh: