Jakarta, Aktual.com — Angan-angan Persiden Joko Widodo dalam membangun Infrastruktur jangka panjang akan menyebabkan kerugian besar bagi negara, Aktivis Petisi 28, Haris Rusly melihat akan banyak projek-projek pemerintah menjadi terbengkalai akibat kekurangan modal serta kebijakan pemerintah tanpa perhitungan dengan baik.
Menurut Haris, pola dari sistem kebijakan pembangunan selalu berganti-ganti seiring pergantian kepemimpinan sehingga tidak ada jaminan program jangka panjang akan berjalan dengan mulus, belum lagi ego sentris kekuasaan yang mempunyai efek buruk bagi pembangunan.
“Adalah kenyataan bahwa masing-masing Presiden terpilih melalui pemilu langsung (Pilpres dan Pilkada) memiliki program, kebijakan dan janjinya sendiri,” tulis haris Haris Rusly dalam pesan elektroniknya yang diterima oleh Aktual.com Senin (25/1)
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi sedang masuk ke dalam lorong waktu menembus masa depan hingga tahun 2085 untuk melakukan pembangunan infrastruktur.
“Sadarkah Presiden Joko jika menuju tahun 2085 itu pasti telah terjadi silih berganti puluhan Presiden memimpin Indonesia. Tidak menutup kemungkinan seluruh program infrastruktur dan mimpinya Presiden Joko akan dibikin mangkrak oleh Presiden pengganti berikutnya, sebagaimana Presiden Jokowi juga membuat mangkrak program infrastruktur MP3EI dan mimpi 2025 nya Presiden SBY,” terangnya.
Kemudian jika dilihat dari sepak terjangnya (track record) sejak menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, Joko Widodo tampaknya bergaya “selonong boy” dan mirip orang sedang “kesurupan” dalam menjalankan pemerintahan, khususnya dalam menggerakan pembangunan projek infrastruktur.
Joko Widodo tampak tak begitu peduli pada riset untuk menentukan prioritas, tahapan dan kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur. Joko Widodo juga tak terlalu peduli dengan studi kelayakan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat mutlak dalam pembangunan infrastruktur. Itulah mengapa Joko Widodo sering melakukan berbagai kecerobohan dan inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur.
Haris mencontohkan, saat Jokowi masih menjabat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, sejumlah programnya mangkrak justru setelah di-groundbreaking.
Ketika menjadi Wali Kota Solo, Joko Widodo membuat gebrakan program mobil Esemka yang telah berakhir mangkrak ditelan bumi. Projek rail bus Batara Kresna yang menghubungkan Solo-Wonogiri, juga hanya berjalan 3 tahun dan mangkrak pada 2014, yang meninggalkan kerugian sebesar Rp16 miliar.
Lalu kemudian saat menjadi Gubernur DKI, beberapa rencana programnya Joko Widodo juga mangkrak di tengah jalan, diantaranya adalah projek deep tunel karena tidak memperhitungkan tanah Jakarta yang gembur, sehingga kalau dilanjutkan akan menyebabkan longsor besar.
Program sodetan kali Ciliwung-Cisadane juga tidak memperhitungkan jika kali tersebut telah mengalami sedimentasi parah, dan jika diteruskan, banjir besar bakal melanda wilayah Banten. Demikian juga projek monorel Jakarta yang telah digroundbreaking dan sempat dipamerkan di Monas, kini nasibnya juga berujung mangkrak.
Lebih konyol lagi, setelah jadi Presiden, Joko Widodo berangkat ke Malaysia sebagai Kepala Negara untuk menyaksikan penandatanganan MoU mobil nasional antara produsen otomotif Proton milik Malaysia dengan sebuah perusahaan bodong asal Indonesia milik Hendropriyono.
Program pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang tak kalah semberono, karena tumpang-tindih dengan jalur pipa distribusi minyak Pertamina. Jika projek tersebut diteruskan, akan membutuhkan biaya sangat mahal untuk memindahkan jalur minyak tersebut, sehingga harus dibatalkan.
Perkembangan terbaru, pada hari kamis, 21 Januari 2016, Presiden Joko kembali telah melakukan groundbreaking projek kereta cepat jarak pendek Jakarta-Bandung. Sebelumnya, beberapa hari lalu Menteri BUMN Rini Soemarno juga telah mengumumkan akan melakukan grounbreaking sejumlah 62 projek infrastruktur “super ambisius” dengan nilai investasi sebesar Rp. 347,22 triliun.
“Apakah projek-projek yang telah dan akan di-groundbreaking tersebut akan berakhir mangkrak seperti sejumlah projek yang disebutkan di atas? Hanya Pak Presiden Joko yang tahu,” tanya Haris.
Sedangkan terkait projek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan oleh perusahaan dari China, sangat kontroversial karena selain tidak menjadi kebutuhan mendesak, projek ini juga tanpa melalui studi kelayakan dan masih bermasalah dari segi AMDAL.
Padahal Menko Maritim Rizal Ramli dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menilai projek tersebut tak masuk akal, karena Jakarta-Bandung itu jarak tempuhnya terlalu pendek, hanya 145 KM, tapi kereta cepat dengan jarak tempuh 250 KM per Jam.
Dari itu Haris menilai pembangunan projek infrastruktur dengan gaya “selonong boy” dan “kesurupan”, tanpa kajian dan riset untuk menentukan kebutuhan, kemampuan dan tahapan, tanpa studi kelayakan, tanpa Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan bergantung sepenuhnya pada utang luar negeri dan pasokan bahan baku impor, pasti akan berujung mangkrak.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan