Jakarta, aktual.com – Sikap pemerintah yang reaktif dalam merespon kondisi kenaikan harga pangan saat Ramdan dan Lebaran di setiap tahunnya hanya bersikap reaktif dan kurang perhitungan.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, fenomena lonjakan harga itu pasti akan terjadi di momen itu, sehingga semestinya pemerintah bisa lebih bersikap waspada dan penuh persiapan, tidak bersikap reaktif dengan sekonyong-konyong langsung menggelar kebijakan operasi pasar.
“Kalau seperti itu terus (bersikap reaktif), pemerintah berarti kalah perhitungan dari petani timun suri. Mereka sudah tahu kapan jadwal puasa, sehingga dari jauh-jauh hari mempersiapkan penanaman timun surinya, agar pas menjelang puasa sudah panen,” kritik Tutum di Jakarta, Selasa (14/6) malam.
Jadwal puasa itu sebetulnya mudah diketahui. Bahkan untuk tahun depan pun sudah ada jadwalnya. Sehingga bagi petani seperti tadi dan kalangan pengusaha seperti dirinya sudah bisa mempersiapkan diri jauh-jauh hari.
“Lho, lucunya malah pemerintah sendiri malah kebingungan setiap menjelang puasa dan Lebaran. Sehingga ketika tahu-tahu harga sudah naik langsung reaktif,” tegasnya.
Lebih jauh pihak Aprindo pun ikut mempersiapkan diri dengan mempersiapkan stok komoditas dan juga sandangnya.
“Kami tahu kapan jadwalnya bulan puasa dan Lebaran itu, makanya sejak empat bulan lalu sudah memperisapkan barang-barang sandang. Dan kami sudah siap. Nanti di H-15 baru akan diburu konsumen,” ujarnya.
Dengan persiapan yang matang dan lama ini, kata Tutum, pihaknya akan mudah mengecek progresnya, bagaimana kondisi tukang jahit, bagaimana pasokan barangnya, dan sebagainya.
“Makanya tetap pastikan pasokan sandang ke toko ritel tetap terjaga. Dan biasanya saat bulan puasa dan Lebaran ada pertumbuhan 20 persen dibanding bulan-bulan sebelumnya,” papar Tutum.
Sementara untuk barang konsumsi, lanjut Tutum, malah pertumbuhannya lebih tinggi lagi setiap memasuki bulan Ramadhan dan Lebaran itu. “Untuk barang konsumsi bertumbuh 40 persen dari bulan yang normal. Jadi memang trennya itu tinggi kalau sedang puasa dan lebaran,” ucap dia.
Sementara produsen barang-barang konsumsi, PT Unilever Indonesia Tbk memang agak sependapat dengan Tutum. Namun, untuk produk-produk yang dimiliki UNVR justru tidak mengalami pertumbuhan signifikan saat memasuki bulan Ramadhan dan Lebaran.
“Pertumbuhan produk-produk kami saat masuk puasa dan Lebaran paling naik 5-7 persen. Kami rasa angka itu tidak terlalu signifikan. Karena rata-rata konsumsi produk kami sudah terjadi di setiap bulan,” kata Governance and Corporate Affairs Director & Corporate Secretary, Sancoyo Antarikso.
Namun dia menyayngkan pertumbuhan ekonomi yang masih melambat sejak tahun lalu. Apalagi pertumbuhan ekonomi di kuartan I-2016 yang cuma 4,9 persen cukup mengkhawatirkan.
“Saat ini dengan kondisi ekonomi yang masih slow down membuat kami juga masih menanti apa yang akan terjadi (pertumbuhan ekonomi) di kuartal kedua dan selanjutnya. Mudah-mudahan tidak mengurangi daya beli masyarakat,” jelas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan