Ratusan ribu umat muslim Indonesia long march menuju depan Istana Merdeka, Jakarta , Jumat (4/11/2016). Dalam aksi damai ratusan ribu umat muslim Indonesia mendesak Jokowi untuk segera menyelesaikan proses hukum dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ahli hukum pidana Teuku Nasrullah menilai rencana gelar perkara secara terbuka yang dilakukan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri mempunyai tujuan dan itikad baik. Akan tetapi gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kontraproduktif.

“Tujuan dan itikad baik, tapi dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” terangnya dalam diskusi publik ‘Kasus Ahok Nista Islam dalam Perspektif Hukum Pidana’ di Sekretariat Rumah Amanah Rakyat, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/11).

Disampaikan Nasrullah, jika gelar perkara digelar terbuka kemudian terjadi debat dan publik melihat secara langsung maka akan mempertegas garis masyarakat yang pro dan kontra. Kelompok satu berbeda dengan kelompok dua ini pada gilirannya bisa menimbulkan gesekan baru di masyarakat.

“Itu kan bahaya, malah menimbulkan gesekan dan gangguan ketertibam umum,” jelasnya.

Masyarakat yang terpola dari gelar perkara terbuka di Bareskrim Polri, lanjut Nasrullah, kemudian ketika disidangkan di pengadilan pihak-pihak yang berperkara akan mengalami kesulitan.

Sebabnya, senjata demi senjata telah dikeluarkan pihak berperkara di kepolisian. Pengadilan dalam hal ini juga akan terdegradasi kekuasannya. Karena itu pula ia menyarankan gelar perkara bisa saja dilakukan secara terbuka, namun tetap dilakukan pembatasan.

“Silahkan gelar untuk keterbukaan, tapi batasi. Media tak boleh hadir, tertutup. Yang penting, terlapor dan pelapor suruh hadir,” kata Nasrullah.

“Dengan terbuka, yang saya takut masyarakat jadi terpola yang pro dan kontra. Ini penegak hukum, bukan opini,” sambungnya.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby