Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudistira

Jakarta, aktual.com – Kinerja BUMN karya kembali mencuri perhatian setelah laporan keuangan terbaru menunjukkan jurang kinerja yang makin lebar. Waskita Karya menutup September 2025 dengan rugi bersih Rp 3,17 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya.

Wijaya Karya juga menghadapi situasi berat dengan rugi Rp 3,21 triliun pada kuartal III 2025, padahal tahun lalu masih membukukan laba. Penurunan tajam juga menimpa PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan Adhi Karya.

Sementara Hutama Karya serta Brantas Abipraya mencatat tren yang lebih stabil. Ketimpangan kinerja ini kembali memunculkan perdebatan soal arah restrukturisasi dan kebutuhan merger BUMN karya.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai langkah korektif yang selama ini ditempuh belum cukup. Ia mengatakan perlunya konsolidasi besar-besaran agar perusahaan yang terus merugi tidak menjadi beban berkepanjangan.

“Kuncinya memang perlu mempercepat merger BUMN. BUMN-BUMN karya harus di-merger,” ujarnya, ketika dihubungi, di Jakarta, Senin (24/11/2024).

Ia menegaskan bahwa perusahaan yang tak mampu bangkit sebaiknya tidak terus dipertahankan karena justru membebani yang lain. Bhima juga menyinggung akar persoalan yang menurutnya sudah menumpuk selama satu dekade.

“Bukan hanya di-holdingisasi, tapi di-merger sehingga BUMN-BUMN yang berugi itu memang harus ditutup. Harus digabungkan,” tegas Bhima.

Ia menyebut banyak proyek penugasan yang tidak layak dari sisi finansial, tetapi tetap dijalankan. “Di periode Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyak proyek-proyek penugasan yang gak masuk akal,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa ketidakjelasan pengembalian investasi menjadi pemicu utama penumpukan utang BUMN karya dan menimbulkan efek domino hingga ke vendor dan subkontraktor. Menurut Bhima, pola seperti itu tidak boleh terulang.

Ia menekankan bahwa setiap proyek harus melalui uji kelayakan yang ketat, bukan sekadar ditugaskan karena pertimbangan politik. “BUMN karya berhak menyeleksi penugasan yang layak. Direksi harus berani bilang tidak,” tuturnya.

Bhima juga mendorong perluasan pasar ke luar negeri sebagai langkah memperkuat pendapatan jangka panjang. Ia mengatakan banyak negara berkembang yang membutuhkan keahlian konstruksi dari Indonesia, mulai dari Bangladesh, Ethiopia, hingga negara-negara kepulauan di Pasifik.

“Banyak negara-negara yang sebenarnya butuh BUMN karya dengan ekspertis yang sudah ada,” kata Bhima.

Ia menyebut peluang tersebut cukup besar untuk digarap, mengingat kapasitas dan pengalaman BUMN karya sudah terbentuk sejak lama. “Jadi orientasinya lebih ke arah ekspansi ke pasar internasional,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain