Pemandangan sawah Subak Lepang  dengan latar belakang Gunung Agung di Desa Rendang, Kalrangasem, Bali (2/10). Akibat gempuran pariwisata dan perkembangan jaman, menimbulkan dampak alih fungsi lahan khususnya disektor pertanian yang merembet ke Subak atau sistem pengairan ciri khas sistem irigasi di Bali. Sistem Subak di Bali tidak hanya sebagai warisan budaya yang terdaftar sebagai badan warisan dunia Unesco sejak tahun 2012 sehingga hal ini tidak saja menjadi tanggung jawab masyarakat Bali untuk menjaga sistem pengairan subak. AKTUAL/Tino Oktaviano

Karangasem, Aktual.com – Sejak masa kritis, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat sejak kemarin, Jumat (20/10), kegempaan di Gunung Agung mengalami penurunan. Kepala PVMBG, Kasbani ‎menyebut kemarin Gunung Agung ‘hanya’ dihantam gempa sebanyak 379 kali. Sementara hari ini, Sabtu (21/10) pagi, baru 99 kali gempa terjadi di gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut.

“Hari ini adalah hari paling sedikit gempa vulkaniknya. Kemarin 379 dalam 24 jam dan tadi pagi ada 99 gempa vulkanik. Tapi ini sesaat dan jangan dijadikan pedoman untuk penurunan status, karena harus didukung oleh data yang lainnya,” ucap Kasbani di Pos Pengamatan Gunung Api Agung, Sabtu.

Di sisi lain, yang amat jelas penurunannya yakni gempa terasa. Sementara untuk gempa vulkanik, baik vulkanik dalam maupun dangkal, Kasbani menyebutnya masih relatif tinggi. ‎”Vulkaniknya masih relatif tinggi. Ini masa fluktuatif, bisa jadi dia akan naik kembali,” tuturnya. Lalu apa yang menyebabkan gempa mengalami penurunan? Kasbani menyebut salah satu penyebabnya lantaran sudah tak lagi ada penghalang bagi magma untuk bergerak ke atas.

“Salah satunya itu, gempa menurun karena dia sudah tidak ada halangan. Itu tadi, sudah membentuk rekahan-rekahan,” jelas dia. Kasbani tak berani menyebut dengan kondisi itu letusan Gunung Agung sudah semakin dekat. ‎”Saya tidak mengatakan itu, tapi ini masih status awas. Kapanpun bisa terjadi (letusan),” papar dia.

Ia melanjutkan, pada saat kondisi kegempaan turun, sebaiknya kita berhati-hati. Berkaca dari pengalaman letusan gunung api di berbagai daerah, letusan terjadi saat gempa-gempa mengalami penurunan. ‎”Pada saat kondisi kegempaan turun kita juga harus berhati-hati, karena ‎kita juga belajar dari gunung-gunung kita di Indonesia. Gunung Merapi tahun 2006 dia meletus pada saat kegempaannya menurun. Gunung Sinabung juga sama. Pernah terjadi letusan pada tahun 2013 pada saat di level III, pada saat turun,” ulasnya.

Saat ini, jumlah kegempaan Gunung Agung masih relatif tinggi dibandingkan dengan gunung lain yang telah meletus, seperti Gunung Merapi dan Sinabung. Meski dihantam gempa cukup tinggi tetapi belum juga meletus, Kasbani menilai tiap-tiap gunung memiliki karakteristik berbeda-beda.

‎”Gunung Agung sebelum levelnya terus dinaikkan atau pada saat masih normal tingkat kegempaan sangat kecil. Bisa nol, bisa juga dihitung dengan jari.. Sejak dia meletus tahun 1963, pos ini (pos pengamatan) dibangun tahun 1964 dan sudah merekam aktivitas gempa. Sejak tahun itu gempa begitu minim,” tutupnya.
Laporan Bobby Andalan, Bali

Artikel ini ditulis oleh: