Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (kiri) menunjukkan buah apel impor yang berada dalam Kontainer di Terminal Peti Kemas Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/3). Badan Karantina Pertanian menahan 609,9 ton buah jeruk, apel, pir asal Tiongkok yang tidak dilengkapi dengan surat jaminan kesehatan dalam 34 kontainer. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Eksistensi petani seyogyanya menjadi perhatian pemerintah untuk merealisasikan kedaulatan pangan nasional. Besarnya peranan petani dalam perekonomian nasional mendorong berbagai pihak untuk fokus mendongkrak daya saing, khususnya petani padi.

Untuk itu, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) diharapkan mampu mencegah ancaman dan risiko agar daya saing usaha petani padi menjadi semakin baik.

“Karena daya saing petani padi yang lemah akibat banyaknya ancaman dan risiko seperti perubahan iklim yang menyebabkan banjir, kekeringan, dan serangan hama tentu harus dilindungi,” papar Menteri Pertanian, Amran Sulaiman di Jakarta, Kamis (22/9).

Menurut Mentan, perlindungan petani merupakan amanat yang tertuang dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, khususnya pelaksanaan strategi perlindungan petani melalui asuransi pertanian sebagai strategi ketujuh.

“Petani yang mengasuransikan tanaman padinya akan mencegah ketergantungan mereka terhadap tengkulak. Dengan begitu, kesejahteraan bisa tercapai dan produktivitas pertanian mudah terwujud,” harap dia.

Program AUTP sendiri sebetulnya sudah diterapkan dalam skala nasional yang dimulai pada 13 Oktober 2015 lalu melalui perjanjian kerja sama antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero).

AUTP, diharapkan Mebtan, mampu melindungi petani dari risiko kerugian nilai ekonomi usaha tani padi akibat gagal panen, sehingga petani memiliki modal kerja untuk pertanaman berikutnya.

“Ganti rugi keuangan bagi petani itu juga bisa digunakan untuk menggenjot produksi pertanian,” jelas Menkeu.

Secara teknis, ganti rugi AUTP diberikan kepada peserta yang umur padinya sudah melewati 10 hari, intensitas kerusakan mencapai lebih dari 75 persen dan luas kerusakan mencapai lebih dari 75 persen pada setiap luas petak alami. Dengan ganti rugi Rp6 juta per hektar per musim tanam.

Jika luas lahan yang diasuransikan kurang atau lebih dari satu hektar, kata dia, maka besarnya ganti rugi dihitung secara proporsional.

“Premi asuransi per hektar sebesar Rp180 ribu dengan catatan bahwa jika luas lahan yang diasuransikan kurang atau lebih dari satu hektar maka besarnya premi dihitung secara proporsional,” papar dia.

Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri memberikan bantuan subsidi premi secara khusus sebesar 80 persen dari premi keseluruhan, sehingga premi asuransi yang dibayar oleh petani hanya Rp36 ribu.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sumardjo Gatot Irianto menyebutkan, hingga 2015 telah dilakukan uji coba sebanyak lima kali musim tanam total seluas 3.703,84 hektar yang rata-rata laju pertumbuhan relatif 203,76 persen dengan pengalaman tiga kali minus dan dua kali surplus.

Realisasi pada 2015, penerapan AUTP pada lahan seluas 233.499,55 hektar dengan premi Rp42.029 miliar, total klaim mencapai Rp21,7 miliar. Sedangkan pada Agustus 2016, seluas 307.217,25 hektar lahan dengan total premi Rp55,29 miliar dan total klaim Rp7,8 miliar.

“Tugas di lapangan tidak pernah mudah, terlebih lokasi lahan persawahan sebagian besar di remote area dan asuransi merupakan hal baru di kalangan petani,” tegas Sumardjo

Kementan mencatat, dalam kurun waktu kurang dari setahun, lahan petani yang daftar program AUTP dengan pola subsidi sudah sebanyak 500 ribu hektar sawah. Sementara petani yang telah ikut program ini sudah sebanyak satu juta di 22 provinsi.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka