Yogyakarta, Aktual.com – Direktur Centre Study of Indonesian Leadership Prof Jawahir Thontowy memaparkan alasan tindakan pasukan keamanan Myanmar, yang kembali menggenosida etnis Muslim Rohingya untuk kesekian kali ini.
“Kenapa Myanmar merasa aman-aman saja melakukan itu? Karena dia berada dibawah kuasa perlindungan RRC,” ujarnya kepada Aktual, Senin (21/11).
Menurutnya, sudah sejak lama sumber daya migas Myanmar dieksplorasi dan dimonopoli oleh Tiongkok. Karenanya, tidak menutup kemungkinan jika ASEAN memberi sanksi pada salah satu sekutu tertua Tiongkok di Asia Tenggara itu, maka Tiongkok akan serta merta ikut campur, sebagaimana perangainya di Laut China Selatan.
Alasan inilah bagi Jawahir yang jadi hambatan utama bila ASEAN ingin menindak anggotanya yang tidak mau patuh pada prinsip-prinsip dasar konvensi internasional yang berlaku seperti Hukum HAM, Kewarganegaraan dan Pengungsi. Sebab, saat sanksi dijatuhkan akan pula berimbas pada kepentingan Tiongkok di Myanmar.
“Keputusan ASEAN saya kira tidak akan pernah efektif selama negara adidaya seperti RRC memiliki kepentingan dalam situasi internal Myanmar,” imbuh Analis Hubungan Internasional UII Yogyakarta ini.
Meski demikian, Jawahir menegaskan Indonesia tak boleh melepaskan peran dan tanggung jawab utama sebagai negara yang berpengaruh besar di kawasan Asia Tenggara. Setidaknya ada tiga strategi yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia.
Pertama, Indonesia berpeluang menjadi negara penyelesai konflik karena statusnya sebagai salah satu negara pendiri ASEAN. “Persuasive approach harus kembali dilakukan sebagaimana dulu Jusuf Kalla datang kesana memberi bantuan kemanusiaan tanpa harus memperlihatkan kekuatan militer.”
Kedua, menggunakan berbagai forum pertemuan ASEAN untuk mengkampanyekan dukungan negara-negara besar ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Filipina agar mengisolasi Myanmar. “Misal, menyetop bantuan SDM dan mengurangi kerjasama dagang, jadi semacam punishment diplomacy. Intinya, lebih mempersempit peran Myanmar di ASEAN.”
Ketiga, menggunakan kekuatan publik untuk melakukan tindakan-tindakan yang peacefull action seperti demonstrasi di kedutaan-kedutaan besar Myanmar di berbagai negara anggota ASEAN. “Tentu kita harus melihat dulu stabilitas nasional masing-masing negara termasuk Indonesia supaya tidak masuk ke wilayah yang rawan seperti sentimen keagamaan.”
Jika ketiga langkah ini dilakukan secara terintegrasi maka harapannya tidak kembali terulangnya diskriminasi dan pembantaian etnis muslim Rohingya di Myanmar kemungkinan dapat tercapai.
Laporan: Nelson Nafis
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Wisnu