Kiri-kana ; Saut Situmorang, Alexander Marwarta, Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif saat melakukan sesi photo bersama usai peresmian gedung baru KPK di Kuningan, Jakarta, Selasa (29/12/2015).Gedung baru KPK yang memiliki konsep secure, smart, dan green ini dibangun di lahan seluas 8.663 meter persegi dengan tinggi 16 lantai resmi digunakan pada Maret 2016.

Jakarta, Aktual.com — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil dua pejabat di Kementerian Pertanian. Keduanya akan dikorek kesaksiannya sehubungan dengan kasus korupsi pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT), di Direktorat Jenderal Holtikultura Kementan tahun anggaran 2013.

Mereka yang dipanggil adalah Kepala Sub Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura, Kurnia Nur. Dan satu lagi, Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan Ditjen Hortikultura, Anastasia Promosiana.

“Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HI (Hasanuddin Ibrahim),” ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi.

Sikap KPK ini terbilang sigap. Berbeda dengan penanganan kasus suap ‘pengamanan’ proyek jalan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang menjerat anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.

Butuh waktu sekitar satu minggu lebih bagi KPK memanggil pejabat Kementerian PUPR. Padahal, kasus tersebut terkuak lewat operasi tangkap tangan. Sedangkan kasus korupsi Hasanuddin ini, terungkap melalui laporan masyarakat.

Diketahui, Hasanuddin disinyalir telah melakukan korupsi saat menjabat sebagai Direktur Jenderal Hortikultura di Kementan pada 2013.

Pria yang tercatat sebagai staf ahli Menteri Pertanian, Amran Sulaiman itu diduga menggelembungkan harga di pengadaan yang juga berkaitan dengan pupuk hayati itu. Hal itu dibuktikan dengan adanya perkiraan keuangan negara sebesar Rp 10 miliar, dari nilai proyek sebesar Rp 18 miliar.

Selain Ibrahim, KPK juga menetapkan dua orang tersangka lainnya dalam pengadaan tersebut. Keduanya yakni, Eko Mardiyanto (EM) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Sutrisno selaku pihak swasta.

Ketiganya disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu