Munculnya gelombang kekecewaan dan penarikan dukungan dari kelompok yang pernah menjadi relawan Jokowi di Pilpres 2014 pun tak menjadi soal bagi PDIP.
Politisi PDIP, Maruara Sirait menyebut hal ini sebagai hal yang biasa dalam sebuah demokrasi. Menurutnya, datang dan perginya dukungan dari sebuah kelompok merupakan hal yang tak terhindarkan.
Ia menyebutkan beberapa partai politik yang kini menjadi partai koalisi pemerintah, pun awalnya merupakan partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
“Dulu juga Golkar dan PPP mendukung Prabowo, enggak apa-apa. Ini kan demokrasi, sangat dinamis,” ucap pria yang akrab disapa Ara ini ketika ditemui Aktual, Jum’at (23/3) lalu.
Ia mengaku, jika partainya sama sekali tidak memiliki kekhawatiran terhadap penarikan dukungan terhadap Jokowi oleh beberapa elemen aktivis. Menurutnya, hal ini merupakan pilihan yang harus dihormati, alih-alih dipandang sebagai ancaman.
“Ini bukan soal khawatir, ini soal pilihan,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ara tampak enggan menjawab soal ini. Ketika ditanya tentang signifikan atau tidaknya peran relawan non parpol dalam kontestasi Pilpres, ia hanya menekankan pada aspek pilihan saja.
Pada waktu yang terpisah, politisi PDIP lainnya, Darmadi Durianto justru menuding aksi-aksi tersebut sebagai manuver lawan politik Jokowi dan PDIP.
“Kemungkinan hanya mengatasnamakan relawan Jokowi. Bisa saja itu bentukan lawan yang ingin mendilusi nama Jokowi,” ujar Darmadi.
“Ini bukan relawan Jokowi. Settingan lawan mengatasnamakan relawan Jokowi. Relawan Jokowi itu pasti militan dan tetap setia,” tambahnya.
Hal senada pun dinyatakan oleh politikus asal Golkar, Idrus Marham. Saat ditemui Aktual, ia mengakui jika penarikan dukungan dari Prodem dan Korsa tidak akan mengganjal langkah Jokowi dalam Pilpres mendatang.
Dalam pandangannya, penarikan dukungan ini justru sangat mungkin diwarnai oleh adanya motif kepentingan tertentu. Idrus menjelaskan, penarikan dukungan ini sebagai ekspresi dari Prodem dan Korsa karena tidak mendapat jatah kekuasaan.
“Rakyat juga akan memberi penilaian, orang yang tadinya mendukung lalu menarik dukungannya, apakah dia obyektif atau karena kepentingannya tidak tercapai lalu kemudian marah-marah?” ucap Menteri Sosial ini.
Mendapat tudingan demikian, Ucok pun berang. Secara obyektif, lanjutnya, dari 66 janji Jokowi yang dilemparkan pada 2014 lalu, masih banyak yang belum terpenuhi.
Menurutnya, rakyat tidak hanya akan melemparkan kesalahan ini kepada Jokowi saja, melainkan juga akan menagih janji kepada para relawan-relawan.
“Gue sebagai relawan jokowi itu ditagih sama rakyat, gimana sih listrik mahal, gimana sih kerjaan susah? Itu masyarakat yang kita ajak-ajak untuk milih Jokowi, kita kan malu,” jelasnya.
Dalam pandangan rakyat, jelas Ucok, tidak ada cara pandang abu-abu. Ia menambahkan, rakyat hanya tahu kondisi dalam pemerintah Jokowi lebih susah atau lebih enak jika dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
“Kenyataannya makin susah, itu kan jadi beban buat kita. Kita tekan lagi makanya ke jokowi supaya memenuhi janjinya,” tegasnya.
“Gue pulang kampung saja enggak berani, enggak berani gue. Malu ditagih sama orang kampung sana,” tambah Ucok.
Ucok pun membalas tudingan Idrus dengan menyebutnya sebagai pihak yang tidak tahu menahu tentang internal relawan Jokowi.
“Idrus Marham itu enggak ngerti relawan Jokowi karena pilpres 2014 Golkar bergabung dengan koalisi merah putih mendukung Prabowo-Hatta,” tegasnya.
Nawacita Omong Kosong?
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan