Petugas Bank Mandiri menunjukkan pecahan uang rupiah dan dollar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (18/3). Nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya dengan terapresiasi 0,27 persen atau 35 poin ke level Rp13.040 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Jumat (18/3). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/16.

Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono memperkirakan nilai Rupiah akan tembus diatas Rp15 Ribu per USD. Hal tersebut disampaikannya ketika memantau pengakuan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI).

Dalam rapat tersebut terungkap bahwa penerimaan negara sampai dengan kuartal I-2016 hanya sebesar Rp247,6 triliun, atau 13,6 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang berjumlah sebesar Rp1.822,5 triliun.

Pendapatan tersebut kata Arief jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2015 yakni Rp 284 triliun, atau 16,1 persen dari target penerimaan sebesar Rp 1.761,6 triliun.

“Saat rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Bambang mengakui bahwa Pendapatan negara memang lebih rendah dibandingkan tahun lalu,” Kata Arief, di Jakarta, Selasa (24/5).

Adapun data yang dimiliki Arief menunjukkan penerimaan perpajakan hanya sebesar Rp204,7 triliun atau 13,2 persen dari target, dan penerimaan negara bukan pajak Rp42,8 triliun atau 15,6 persen. Sisanya adalah hibah.

Sementara itu realisasi belanja negara Rp390,9 triliun atau 18,7 persen dari target Rp2.095,7 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp367,7 triliun atau 18,5 persen dari target Rp1.984,1 triliun.

Lebih lanjut Arief merincikan belanja tersebut meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp193,5 triliun atau 14,6 persen dari pagu, dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp197,4 triliun.

Dengan demikian, defisit anggaran pada kuartal I-2016 adalah 1,13 persen terhadap PDB, atau setara dengan Rp 143,3 triliun. Dalam APBN, defisit anggaran dipatok 2,15% terhadap PDB.

Kemudian untuk cadangan devisa USD107 miliar bisa untuk impor dan bayar angsuran utang Luar Negeri beserta bunga dan dendanya selama 7.7 bulan.

Pada Juni utang Luar Negeri pemerintah dan swasta jatuh tempo untuk bayar pokok,bunga dan dendanya yang pasti butuh USD .

Juni-Juli kebutuhan akan produk pangan seperti beras, gula juga BBM akan meningkat artinya import akan meningkat berarti butuh USD.

“Bank Indonesia (BI) menyatakan defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 2,1 persen PDB, lebih rendah dari triwulan IV 2015 sebesar 2,4 persen PDB. Penurunan ini terutama didorong surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat akibat impor berkurang sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik,” timpal Arif.

Namun lanjutnya, meskipun ekspor nonmigas secara keseluruhan menurun, kinerja ekspor beberapa komoditas nonmigas mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, neraca perdagangan Indonesia pada April 2016 mencatat surplus sebesar USD0,67 miliar.

“Neraca Perdagangan kita membaik, imbasnya ke defisit transaksi berjalan. Transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2016 mencatat surplus, seiring dengan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju dan membaiknya prospek ekonomi domestik,” tegasnya.

Akan tetapi sialnya modal yang masuk untuk investasi LN langsung baru pada modal untuk set up kantor dan biaya entertain untuk pejabat Indonesia. Modal yang masuk lebih banyak didapat dari penerbitan Surat utang dan obligasi negara, itupun discountnya 20 persen dengan bunga 9 persen .

“Nah tunggu aja awal Juni The Fed akan naikan suku bunga nya, dollar akan pulang kampung. Rencana di APBN-P 2016 anggaran akan dipotong 30 persen, Artinya dari Rp2.095,7 trilyun ( APBN 2016) – Rp390,9 Triliun (yang sudah terpakai) sisa Rp1.704,8 triliun,” tegasnya.

Sehingga dari Rp1704,8 triliun dalam APBN-P 2016 pangkas 30 persen menjadi Rp1193,36 triliun dibagi menjadi 60 persen untuk belanja pegawai Dan bayar Utang, sedangkan yang 10 persen untuk pembangunan, akibatnya makin banyak proyek proyek infrastrutur yang mangkrak dan investor luar negeri semakin tidak yakin untuk ikut tender proyek.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka