Jaksa Agung HM Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/4). Rapat tersebut membahas laporan perkembangan penangangan dan penyelesaian kasus yang menarik perhatian masyarakat serta tindak lanjut atas rekomendasi panja penegakan kasus restitususi mobile-8. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyatakan bahwa partainya menghormati penuh hak prerogratif Presiden Joko Widodo dalam melakukan perombakan kabinet. Akan tetapi, alangkah baiknya jika Presiden juga mendengarkan aspirasi publik mengenai sejumlah nama yang layak reshuffle.

“Mohon maaf, kalau reshuffle benar-benar dilakukan maka Jaksa Agung harus masuk skala prioritas yang dicopot,” tegasnya saat dihubungi Kamis (14/7).

Berlaku demikian sebab Gerindra melihat keresahan publik terhadap kinerja Jaksa Agung dibawah M Prasetyo. Dimana Jaksa Agung gagal dalam tata kelola dan reformasi internal kejaksaan. Ia mencontohkan bagaimana operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anak buah Prasetyo belum lama ini.

Jaksa Agung dinilainya juga telah melakukan kriminalisasi hukum dalam penetapan tersangka La Nyalla Mattalitti. Berkali-kali, La Nyala ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim meski berkali-kali pula dibatalkan melalui praperadilan.

“Publik dalam kasus ini melihatnya Jaksa Agung melakukan akrobat hukum,” jelas Andre.

Lucunya, lanjut dia, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung yang menetapkan La Nyala sebagai tersangka adalah orang yang sebelumnya disebutkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Maruli disebutkan menerima uang sebesar Rp 500 juta dalam kasus dana bansos Sumut.

“Kan diindikasikan bermasalah, tetapi oleh Jaksa Agung masih dikasih jabatan. Maruli (Hutagalung) sudah jelas-jelas di Tipikor disebut menerima uang Rp 500 juta tapitidak ditindak. Ini kan ada kesan dilindungi,” kata dia.

Andre menduga Maruli tidak ditindak dalam kasus dana bansos Sumatera Utara karena dalam pusaran kasus tersebut melibatkan petinggi NasDem. Yakni eks Sekjen NasDem Patrice Rio Capella dan Prasetyo yang sebelum menjabat sebagai Jaksa Agung merupakan politisi NasDem.

Menteri lain yang layak reshuffle, tambahnya, yakni Memnpora Imam Nachrowi, Menko PMK Puan Maharani, Menkumham Yasonna Laoly dan Mendes PDTT Marwan Jafar. Bila reshuffle benar dilakukan, ia menyarankan Kemenko PMK dan Kemenpora dijabat kader parpol, sementara Kemenkumham, Kejagung dan Kemendes PDTT, dijabat dari kalangan profesional.

Menpora disampaikan dia awalnya berjanji akan melaksanakan tata kelola persepakbolaan nasional secara transparan namun hasilnya nol. Yang ada, selain kekacauan persepakbolaan nasional belakangan ini, laporan keuangannya justru dinyatakan disclaimen oleh Badan Pengelola Keuangan (BPK).

Sementara Menko PMK Puan Maharani selama ini kinerjanya tidak ‘berbunyi’ dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Kinerja yang ‘bunyi’ lebih kepada iklan diberbagai media massa. Adapun Menkumham Yasonna Laoly kinerjanya justru membuat disharmonisasi dengan menolak putusan Mahkamah Agung dalam kasus dualisme PPP dan Golkar.

“Untuk Kemendes, itu jangan sampai ke depan dana desa jadi bancakan parpol atau dijadikan landasan untuk memperluas konstituen. Yang terjadi sekarang ribu-ribut kan rebutan itu, sebaiknya dari kalangan profesional,” demikian Andre.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby