Jakarta, aktual.com – Anomali praktek kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan para pengikutnya semakin menjadi-jadi, ngawur, dan mempermalukan Golkar sebagai partai politik modern berhaluan nasionalis tengahan.
Demikian kesimpulan dari pernyataan inisiator Gerakan Muda Partai Golkar Mirwan Bz Vauly dan Wasekjen Partai Golkar Victus Murin, di Jakarta, Minggu (1/9). Pernyataan keduanya disampaikan menanggapi pengambilan sumpah dukungan para Ketua DPD Golkar se-Jawa Barat.
Sebagaimana video yang sedang viral, dalam suatu ruangan acara, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi, mengeja sumpah di hadapan para pengurus DPD kabupaten/kota yang mengulangi sumpah politik tersebut. Tampak seorang tokoh agama Islam mengangkat tinggi Alquran pada posisi di atas kepala para pengucap sumpah.
Terlihat dalam video itu, Airlangga berdiri mendengarkan sumpah yang diucapkan para bawahan partainya.
Beberapa elite DPP Partai Golkar kubu Airlangga juga terlihat menyaksikan pengucapan sumpah itu, diantaranya Melchias Markus Mekeng, Ketua Korbid Wilayah Timur.
Mirwan menyebut aksi sumpah dengan menggunakan Al Quran kepada DPD-DPD adalah tanda bahwa Airlangga tidak bisa mempercayai kawan.
“Mestinya yang disumpah adalah beliau sebagai calon ketua umum agar saat terpilih nanti tidak ingkar janji, mau berkomunikasi dan melaksanakan semua perintah konstitusi partai. Tidak seperti sekarang mengabaikan perintah aturan-aturan organisasi,” protes dia.
Dia menyebut pengambilan sumpah tersebut sebagai bentuk ancaman secara psikologis.
“Orang disumpah itu kan artinya diancam psikologisnya, diancam mentalnya, padahal Musyarawah Nasional bagi Partai Golkar itu seperti perayaan kegembiraan 5 tahunan, dan memilih ketua umum itu orang harus bebas dari tekanan dan ancaman. Para ketua DPD diperlakukan seperti ini sama dengan hak dan kebebasannya diinjak-injak,” tuturnya.
Hal senada diutarakan Victus Murin. Dia menilai pengambilan sumpah dukungan untuk Airlangga tidak pantas dilakukan.
“Sejatinya, dalam setiap agama, sumpah yang diucapkan di bawah Kitab Suci (Alquran, Alkitab, dan lainnya), dengan membawa nama Allah sang pencipta alam semesta, merupakan sesuatu yang sakral, mulia, dan sarat pesan amanah. Lazimnya seremoni pengucapan sumpah di muka Kitab Suci itu dilakukan oleh para pejabat di level jabatannya masing-masing agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan melalui jabatan tersebut,” jelas Victus.
“Amanah itu berkorelasi dengan harapan warga negara atau rakyat yang telah menitipkan amanah kepada sang pejabat, agar dapat berlaku adil, jujur, dan bertanggungjawab bagi kemaslahatan umum. Intinya, pejabat yang disumpah tidak boleh berkhianat kepada rakyat atau warga negara yang sudah menitipkan amanah mulia kepadanya,” tambah Sekretaris Bakastratel Partai Golkar itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin