Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakkier tertawa kecil, saat diminta komentar mengenai vonis ringan mantan Presdir Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. KPK tidak mengajukan banding, meski Ariesman hanya divonis ringan tiga tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, lebih rendah sedikit dari tuntutan KPK 4 tahun. Baca: Tak Ajukan Banding, KPK Legowo Mantan Bos Podomoro Divonis 3 Tahun Saja
Sembari tertawa, Mudzakkier mengatakan dari awal sudah mengingatkan agar KPK jangan dulu diberi acungan jempol di kasus reklamasi. Mudzakkier saat itu juga mengingatkan KPK agar jangan coba-coba ‘membonsai’ kasus reklamasi yang diklaim sebagai ‘grand corruption’. “Dulu saya bilang tunggu saja permainannya (KPK). Terbukti kan sekarang, dulu Luhut (dulu Menko Polhukam) berbuih-buih puji-puji KPK,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.com, Kamis (8/9).
Jika kondisinya seperti sekarang ini, menurut Mudzakkier, berarti kekhawatiran KPK ‘membonsai’ jadi terbukti. “Ternyata baru satu orang saja yang kena dengan vonis ringan, ya apalagi namanya kalau bukan dibonsai?” ujar dia. Baca: “KPK Dibubarkan Saja, Jika Coba-coba ‘Bonsai’ Kasus Reklamasi”
Padahal kasus besar semacam reklamasi yang terjadi di DKI Jakarta ini bisa jadi barometer bagi penerapan hukum bagi pemerintah daerah lain. Sebab di daerah, pasti sudah masuk penjara jika lakukan pengadaan barang dan jasa jika peraturannya belum ada. “Contoh pengadaan barang dan jasa yang mendahului proses meski tujuannya buat kepentingan masyarakat, tetap saja masuk (penjara) kalau di daerah,” ujar dia.
Sedangkan kasus reklamasi di DKI Jakarta, hingga saat ini Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru malah masih aman. Meskipun sudah memberlakukan kebijakan tambahan kontribusi yang tidak ada dasar hukumnya ke pengembang. “Kenapa ngga berkembang ke yang lain-lain? Saya ngga tau apa memang begitu atau masih dalam proses,” kata dia.
Mudzakkier pun jadi bertanya, ini negara mau dibawa ke mana. “Mau menjadi negara hukum yang tunduk pada hukum, atau negara kekuasaan yang tergantung pada kemauan penguasa di DKI (gubernur), atau negara korporate yang mengabdi pada korporate?” ujar dia. Baca: Pesimis Saja KPK Jadikan Putusan PTUN Pintu Masuk Telusuri Ahok di Reklamasi
Artikel ini ditulis oleh: