Yogyakarta, Aktual.com – Greenpeace meyakini laporannya soal salah satu grup perbankan terbesar dunia, Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) kuat. HSBC sejak 2012 dianggap mendanai enam perusahaan dalam menyebabkan deforestasi di Indonesia dengan kucuran dana mencapai Rp 214 triliun serta Rp 26 triliun dalam bentuk obligasi.
“Bukti yang kami sajikan cukup kuat. Beberapa perusahaan, misalnya kasus Goodhope, mereka mengakui menerima dana/pinjaman dari HSBC, dan informasi itu tersedia di publik,” ujar Annisa Rahmawati, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, kepada Aktual, Jumat (20/1).
Organisasi lingkungan global itu menyatakan bahwa secara langsung maupun tidak langsung HSBC memang telah mendanai sejumlah perusahaan yang dimaksud dengan memberikan pinjaman. Hal itu bisa dicek dalam keterangan HSBC sebelumnya.
Saat ini, kata Annisa, Undang-undang dan regulasi sektor keuangan di Indonesia masih terhitung lemah untuk mampu menyeret lembaga pembiayaan dan perbankan yang memberi pinjaman pada bisnis kotor perusak lingkungan ke ranah hukum.
“Kami minta pemerintah untuk turun tangan menegakkan hukum dan aturan, yang jelas-jelas dilanggar oleh perusahaan-perusahaan tersebut,” tegasnya.
Greenpeace mendukung kebijakan OJK yang meluncurkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan. Kebijakan itu dinilai bisa mendorong sektor perbankan agar memperhatikan penyaluran/investasi sehingga tidak memicu kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat dan generasi yang akan datang.
Termasuk menciptakan bisnis yang sehat dan tidak eksploitatif terhadap sumber daya alam. Kebijakan OJK disebutnya sebagai langkah baik dalam menghambat laju kerusakan lingkungan di Indonesia yang masih disokong oleh bank dan lembaga keuangan lainnya.
“Perbankan nasional harus mengevaluasi kebijakan keberlanjutan mereka. Mereka akan kehilangan kepercayaan publik jika terus mendanai kerusakan,” ujarnya.
Soal kemungkinan langkah hukum yang ditempuh terhadap ke-enam korporasi, Greenpeace menyatakan semua itu tergantung pada prosesnya nanti. Sebab akan terkait beberapa UU dan regulasi di beberapa Kementerian atau institusi, misal Ketenagakerjaan, KLHK, Pertanian, Perda maupun BPN/ATR.
“Tentu kalau ada tindak lanjut pemerintah dan aparat hukum untuk menyelidiki lebih lanjut dan menyeret mereka untuk bertanggungjawab akan menjadi langkah maju pemerintah, dan menjadi harapan Greenpeace juga kita semua tentunya,” kata Annisa.
Keenam perusahaan yang disebut Greenpeace Internasional dalam laporan mereka Selasa lalu (17/1) masing-masing Bumitama Agri Ltd, Godhope Asia Holding Ltd, IOI Group, Noble Group, Posco Daewoo Corporation dan Salim Group/Indofood.
(Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh: