Jakarta, Aktual.com — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK), menggeruduk gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta pada Senin (10/8).

Kedatangan mereka untuk menuntut, agar KPK mengusut, mengadili dan menyita harta para pejabat yang terlibat dalam Perumusan Pengelolaan Partisipating Interest Blok Cepu, di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Koordinator aksi, Muhamad Sutisna mengatakan, dalam proyek yang diduga berbau amis ‘rasuah’ itu, terdapat beberapa pejabat yang terlibat. Dan yang paling bertanggungjawab adalah Bupati Bojonegoro periode 2003-2008, Mohammad Santoso dan Bupati Bojonegoro yang sekarang tengah menjabat, Suyoto.

APAK mengklaim, karena proyek Blok Cepu yang bermasalah itu, negara mengalami kerugian yang sangat besar yakni Rp 190 triliun.

Selain itu, dalam aksinya APAK juga mendorong KPK untuk membekukan semua aktivitas dan mencabut Izin PT Surya Energi Raya (SER) juga PT. Asri Dharma Sejahtera (ADS) dalam renegoisasi kontrak pengelolaan Blok Cepu.

Mereka menduga, dalam renegosiasi tersebut, terdapat kongkalikong yang sudah dibuktikan lewat audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam auditnya, BPK menyebut kontrak pengelolaan Blok Cepu terhadap Partisipating interest untuk BUMD Bojonegoro, PT. ADS telah menyalahi amanat konstitusi.

“Kontrak itu telah memberikan keuntungan kepada PT. SER, dengan komposisi 25% untuk PT ADS berbanding 75% untuk PT SER. Hal tersebut tertuang dalam Surat kerjasama pada 5 Juli 2005, yang kemudian dikuatkan oleh Ketua DPRD Bojonegoro, Tamam Syaifuddin,” beber Sutisna.

Dalam perkembangannya, sambung dia, pada 31 Maret 2009 terjadi perubahan komposisi dalam pengelolaan Participating Interest. Awalnya, PT SER hanya sebagai mitra BUMD, namun berubah menjadi pemilik saham mayoritas yaitu, sebesar 99,4887%, sisanya 0,5113% milik PT ADS.m

Hasil konfirmasi dengan Komisaris Utama, Direktur Utama PT. ADS, dan Inspektur Kabupaten Bojonegoro, serta didukung dokumentasi Perjanjian Kerjasama antara PT. ADS dan PT. SER Nomor 002/06/MOU/ADS/2005 menunjukkan, bahwa pembagian hasil atas dividen PT. ADS dirancang 25% berbanding 75%.

Namun demikian, realisasi pembagian deviden yang merupakan hak Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, sampai saat ini belum dilaksanakan, bahkan hingga pemeriksaan BPK berakhir.

Hal itu lantaran, berdasarkan Perjanjian Pemegang Saham 31 Maret 2009, dividen akan diperoleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ketika seluruh nilai saham seri C atau seluruh nilai ‘cash call’ telah diperoleh kembali oleh PT. SER.

“Artinya saat nilai dividen PT. ADS yang dibagikan belum dapat menutup nilai cash call yang telah dikeluarkan oleh PT. SER, maka Pemerintah Kabupaten Bojonegoro belum memperoleh manfaat dari pola bagi hasil 25% : 75% tersebut,” terang Sutisna.

Lebih jauh disampaikan Sutisna, yang Ironis, berdasarkan pemeriksaan lanjutan BPK, atas dokumen ‘Legal Memorandum’, yang dibuat oleh NSMP pada 15 Maret 2014, status PT. SER adalah sebagai Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan terbatas Penanaman Modal Asing, yang mayoritas sahamnya dimilii oleh CSE China sebesar 85%.

Menurut Sutisna, dari kronologi di atas secara tegas terbukti jika Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam hal ini, Bupati H. Santoso dan Bupati Suyoto telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi.

Melanggar UUD 1945 Pasal 33 yang mengamanatkan Negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Selain itu, juga bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009, tentang Pembentukan Perseroan Daerah, PT. ADS pada Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan, bahwa perbandingan kepemilikan saham yang dimiliki Pemerintah Daerah harus lebih besar daripada kepemilikan saham yang dimiliki oleh Badan Usaha dan/atau Perorangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby