Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (kanan) didampingi Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara (kanan) memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI yang membahas BI Rate, Jakarta, Kamis (18/2). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan berada di level 7 persen atau turun 25 basis poin, yang merupakan kelanjutan setelah pada RDG Januari 2016 suku bunga acuan dipangkas menjadi 7,25 persen. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Pembentukkan klaster yang mengembangkan produksi hulu ke hilir, terutama untuk komoditas pangan, cukup efektif untuk meningkatkan produksi dan meminimalisir faktor kelangkaan, sehingga laju inflasi dapat terjaga, kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.

“Contohnya untuk bawang putih selama ini kita kan impor. Ternyata dari klaster 1 hektare itu bisa membuat produksi 22 ton. Dengan begitu, artinya kita tidak perlu tergantung pada impor kalau kita bisa menjaga produksi nasional,” kata Agus di Jakarta, Senin (25/4), saat memberikan penghargaan kepada 13 klaster terbaik yang dinilai telah membantu pengendalian inflasi.

Pembentukkan klaster merupakan pengembangan produksi dari hulu ke hilir yang mencakup industri pendukung, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, dan sektor pendukung lainnya.

Agus mengatakan pendekatan produksi dengan mengedepankan sinergis antara hulu ke hilir ini sebaiknya diadaptasi di berbagai wilayah Indonesia.

Misalnya di Pontianak, kata Agus, dimana metode yang mengikuti fisiologi tanaman, yakni hazton telah dikembangkan dan terbukti telah meningkatkan produksi beras hingga dua kali lipat.

“Menggunakan sistem hazton itu yang tadinya 1 hektare bisa menghasilkan 4 ton jadi bisa meningkat menjadi 8 ton. Jadi ini harus dikembangkan dengan kerja sama pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” kata dia.

Agus mengatakan saat ini Bank Sentral melihat ancaman peningkatan laju inflasi paling besar dari harga bahan makanan bergejolak (Volatile food), karena untuk harga yang diatur pemerintah (administered prices) sudah dijaga oleh kebijakan pemerintah, seperti penurunan harga Bahan Bakar Minyak pada April ini dan Tarif Dasar Listrik.

“Misalnya bahwa inflasi Maret 0,19 persen (inflasi bulanan), 0,16 persen itu sumbangsih dari bawang merah. Kenapa? Karena kalau harganya naik sampai 30 persen itu langsung menjadi sumber tekanan inflasi,” ujarnya.

BI ingin menjaga inflasi tahunan pada 2016 sebesar 4 persen plus minus 1 persen. Hingga Maret 2016, inflasi tahunan berada di 4,45 persen. Adapun untuk April, BI memprediksi akan terjadi deflasi sekitar 0,33 persen.

Sedangkan dalam pemberian penghargaan itu, Agus mengapresiasi 13 klaster terbaik. Klaser terbaik peringkat pertama adalah klaster padi organik binaan Pemda Kabupaten Ngawi, yang menjadi mitra Kantor Perwakilan BI Kediri.

Secara keseluruhan, BI membina 167 klaster yang menghasilkan 13 komoditas.

“Klaster komoditas penyumbang, beras, bawang merah dan cabai merah telah mencapai 113 klaster. Klaster-klaser ini tersebar di Pulau Jawa sebanyak 35 klaster, Sumatera 24 klaster, Kalimantan 13 klaster, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara sebanyak 41 klaster,” kata Agus.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan