Kota Pekanbaru, aktual.com – Gubernur Riau diminta mempercepat proses pengakuan lahan seluas 10.318,5 hektare untuk segera menjadi hutan adat sekaligus mempercepat menerbitkan kebijakan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, dan merevisi kebijakan terkait masyarakat adat.
“Ruang masyarakat hukum adat juga harus masuk dalam RPJMD perubahan dan konsep Riau hijau yang sedang dicanangkan oleh Gubernur Riau Syamsuar, sehingga diperlukan koreksi kebijakan dan terobosan cepat yang musti dilakukan Gubri,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari Riau di Pekanbaru, Rabu (3/7).
Dikatakan, usulan 10.318,5 hektare lahan tersebut sebagai bentuk permintaan masyarakat adat di tujuh kenegerian di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang terdiri atasi 641 hektar hutan adat di Desa Batu Songgan, 4.414 hektar di Desa Gajah Bertalut.
Berikutnya, katanya menyebutkan, lahan seluas 251 hektare di Desa Petapahan, 1827 hektare di Desa Aur Kuning, 767 hektar di Desa Terusan, 156,8 hektare di Desa Kampa dan Desa Koto Perambahan serta 1871,7 hektare di Desa Bukit Melintang.
“Permintaan tersebut terkait, pertama bersama masyarakat hukum adat mengusulkan penambahan hutan adat di Propinsi Riau dari yang dialokasikan oleh Menteri LHK seluas 251,75 hektare. Pada 29 April 2019, Menteri LHK menerbitkan PermenLHK Nomor P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak,” katanya.
Permen ini katanya lagi, juga memberi ruang pada masyarakat hukum adat untuk mengusulkan peta indikatif hutan adat.
“Ini terobosan yang dilakukan KLHK berupa mengakui peta indikatif yang belum definitif. Masyarakat hukum adat segera siapkan peta wilayah indikatif hutan adat, mumpung peta indikatif diakui oleh pemerintah, meski akan diverifikasi sebelum menjadi definitif peta wilayah hutan adat. Wilayah ada yang selama ini dituturkan secara lisan atau bahkan ada yang sudah terhimpun dalam bentuk tulisan segera diinventarisasi untuk diajukan menjadi peta indikatif,” katanya.
Namun, Perda ini perlu gerak cepat, sebab mesti ada Perda pengakuan masyarakat hukum adat yang di dalamnya melampirkan peta wilayah adat.
“Karena membuat Perda butuh proses lama, Gubernur Riau punya cara cepat, yaitu menerbitkan Pergub sebagai peraturan pelaksana dari Perda No 14 Tahun 2018,” kata Made Ali.
Kedua, Gubernur Riau segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) atas perintah Perda No Perda Nomor 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), berupa pertama Pergub tentang pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dalam PPLH1.
Kedua, Pergub tentang mekanisme mencegah hilangnya, bentuk pemindahan dan konflik masyarakat hukum adat.
Ketiga, Pergub mekanisme penyelesaian sengketa melalui musyawarah adat, Perda 14/2018 terbit pada 22 Mei 2018 dan memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan propinsi Riau menyusun peraturan pelaksana sejak Perda diundangkan.
“Lebih dari setahun Dinas LHK tidak bekerja menyiapkan peraturannya,” katanya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin