Pekanbaru, Aktual.com – Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menghormati proses hukum staf ahlinya, Muhammad Guntur yang ditahan karena ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pembebasan lahan embarkasi haji di Kota Pekanbaru, Riau.
“Biar penegak hukum yang selesaikan itu, karena bukan ranahnya kita,” kata Arsyadjuliandi Rachman di Pekanbaru, Senin (18/7).
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Riau menahan staf ahli Gubernur Riau ini di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk. Andi Rachman, begitu sapaan akrab gubernur Riau, berencana untuk membesuk stafnya tersebut, namun masih mencari waktu yang pas di tengah kesibukannya.
“Nanti kita lihat waktunya,” sebutnya yang juga Ketua DPD Partai Golkar Riau.
Sedangkan menurut keterangan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKP2D) Provinsi Riau, Asrizal menyebutkan M. Guntur telah diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai staf ahli Gubernur Riau.
Meskipun begitu, yang bersangkutan masih berstatus sebagai PNS karena belum adanya surat resmi penahanan dan penetapan dari Kejaksaan.
Menurut keterangan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Riau, Sugeng Rianta dalam keterangan pers di Pekanbaru, Kamis lalu, mengatakan pemeriksaan sekaligus penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum atau Tahap II telah dilakukan.
Dikatakannya, Guntur ditahan di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk selama dua pekan sementara menunggu JPU mengirim berkas yang bersangkutan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru.
Dalam dugaan korupsi tersebut, ia menyebut Guntur yang sebelumnya pernah memiliki jabatan penting di Pemprov Riau itu melakukan penggelembungan dana pembebasan lahan. Penggelembungan itu dilakukan dengan cara menaikkan harga jual tanah yang seharusnya Rp100.000/meter persegi menjadi Rp400.000/meter persegi.
Ia mengatakan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, kerugian negara mencapai Rp8 miliar akibat perbuatan tersangka.
Lebih jauh, Sugeng menjelaskan dalam perkara ini penyidik turut menetapkan seorang tersangka lainnya. Dia adalah Nimron Varasian atau NV, yang mana dalam perkara ini berperan sebagai broker tanah.
Dari informasi yang dirangkum, kasus ini bermula ketika 2012 Pemprov Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah asrama haji senilai Rp17.958.525.000.
Tanah yang terletak di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru itu dimiliki beberapa warga, dengan dasar hukum berupa sertifikat tanah, SKT (Surat Keterangan Tanah), dan SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi). Penyidik Kejati Riau menduga ada penyimpangan dalam pembebasan lahan tersebut. Dugaan pelanggaran berupa harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan.
Selain itu, pembayaran atas tanah juga tidak berdasarkan kepada harga nyata tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.
Dalam kasus ini, Sugeng mengatakan pihaknya berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa sejumlah sertifikat tanah.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan