Jakarta, Aktual.co — Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak tanggung-tanggung, Gatot dilaporkan atas empat kasus dugaan korupsi.

Laporan itu, disampaikan Aliansi Forum Masyarakat Peduli (Formad) Sumatera Utara (Sumut). Atas laporan itu, KPK berjanji akan menindaklanjuti.

“KPK tidak boleh pandang bulu. Usut dugaan korupsi Gubsu Gatot,” ujar Ketua Presidium Formad Sumut, Kamaluddin Lubis, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/4).

Sebelum memberikan sejumlah data, Formad lebih dulu menggelar aksi damai di depan pintu masuk Gedung KPK. Ratusan massa bahkan memajang spanduk agar KPK mengusut sejumlah dugaan korupsi Gatoto, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut Tahun Anggaran 2011-2013.

Selain itu, Massa juga membawa dan memajang poster Gatot dengan sejumlah istrinya. Baik berdiri maupun berboncengan di atas motor gede (moge). Poster-poster Gatot dengan istrinya itu diarak sejumlah massa perempuan yang berpakaian seksi dan minim.

Sekretaris Presidium Formad Sumut, Tumpal Pangabean menuturkan, proses terhadap Gatot bahkan bila perlu dilakukan dengan penangkapan. Dia menuturkan, dalam kesempatan Senin siang itu, pihaknya membeberkan sejumlah kasus korupsi dan dugaan perilaku amoral Gatot. Hal tersebut juga disuarahakan lewat orasi.

Ada lima poin yang disampaikan Formad. Pertama, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut kepada kabupaten/kota se-Sumut dari 2011 hingga 2013. Jumlahnya sebesar Rp2,2 triliun.

“Dana itu tidak dibayarkan. Anehnya, malah daerah kabupaten/kota diberikan bantuan bawahaan berupa dugaan gratifikasi. Pelanggaran hukum tersebut telah memakan korban dengan tertanggkapnya (mantan) Bupati Mandailing Natal Hidayat Batubara oleh KPK,” ujar Tumpal di depan massa aksi.

Kedua, terjadi dugaan mark up (penggelembungan harga) pendapatan daerah yang berujung tindak pidana korupsi dari tahun 2012 hingga 2014. Untuk 2012, pendapan di-mark up Rp7,8 triliun padahal hanya terealisasi Rp7,2 triliun. Pada 2013, pendapatan digelembungkan sebesar Rp9,11 triliun dan terealisasi sekedar Rp7,39 triliun. Berikutnya 2014, pendapatan dipatok Rp8,6 triliun padahal realisasi hanya Rp7,7 triliun.

“Sehingga APBD tidak seimbang dan setiap tahunnya mengalami defisit,” bebernya.

Akibatnya, tutur Tumpal, setiap tahunnya Pemprov Sumut menggunakan anggaran utang dari sumber yang diduga terindikasi korupsi. Untuk membayar hutang kepada pihak ketiga misalnya, Gatot selaku Gubsu mengeluarkan Pergub Nomor 10/2015 yang membatalkan Peraturan Daerah (Perda) APBD 2014. Menurut Tumpal, dengan penggunaan anggaran utang dan penerbitan Pergub tadi maka Gatot melanggaran peraturan dan perundang-udangan.

“Ini bukti pelanggaran hukum dan praktik kesewenang-wenangan,” ucap Tumpal.

Ketiga, pemberian bantuan sosial (bansos) berupa hibah ke negara Mesir sebesar Rp5 miliar. Tumpal mengklaim, pemberian hibah itu adalah pelanggaran hukum karena urusannya dengan bantuan dan hubungan luar negeri. Urusan hublu itu bukan urusan pemprov tapi pemerintah pusat. “Pemberian bantuan dana Rp5 miliar tidak mendapat persetujuan DPRD Sumut,” tegas Tumpal.

Poin keempat dan kelima disampaikan Koordinator Aksi Formad, Agus Pranoto. Keempat, dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemprov Sumut marak terjadi. Nilanya sampai miliara rupiah. Jual beli jabatan itu sudah menjadi rahasia umum atau konsumsi publik. Kelima, setelah naik menjadi Gubsu, Gatot disebut doyak melirik perempuan-perempuan cantik. Para perempuan ini kemudian disebut-sebut menjadi istri simpanannya.

“Kasus wanita-wanita lain ini sudah menjadi pembicaraan masyarkat Sumut dan telah merusak tatanan etika, budaya, dan moral masyarakat Sumut,” tegas Agus.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby