Jakarta, Aktual.co — Persetujuan komisi VI DPR RI atas pengajuan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp37,27 triliun untuk 27 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menuai kritikan dari berbagai kalangan. Salah satunya kekhawatiran digunakan untuk membayar utang BUMN atau PMN tersebut menghilang begitu saja.

“PMN tidak boleh digunakan untuk bayar utang. PMN diberikan kepada BUMN infrastruktur agar program pemerintah dalam membangun infrastruktur bisa bersinergi. Tapi, jangan dipakai untuk bayar utang,” ujar Ahli Ekonomi Universitas Indonesia, Akhmad Syakhroza kepada Aktual, Kamis (12/2).

Menurutnya, PMN diharapkan berjalan bagus dan positif. Namun harus diperhatikan dua engine pendukung seperti Engine yang menciptakan barang-jasa dan engine keuangan. Dua engine harus berjalan dengan seksama. Jangan sampai dikasih PMN berapapun juga, BUMN tersebut tidak membesar. Misalnya Merpati, berkali kali dikasih negara, hasilnya tidak ada, karena engine-nya tidak siap.

Lalu, bagaimana dengan PMN infrastruktur? menurutnya target capaian BUMN Infrastruktur harus jelas dan terukur. Pemerintah punya banyak proyek infrastruktur, dibantu dengan PMN diharapkan mampu meningkatkan keuntungan hingga tiga-empat kali lipat.

“BUMN infrastruktur seperti Adhi Karya, Waskita Karya dan Hutama karya memiliki SDM bagus, bisnisnya bagus. Namun yang kurang bagus itu laba perusahaan, belum kompetitif dengan swasta,” jelasnya.

Dirinya menegaskan, BUMN yang memperoleh PMN tidak boleh digunakan untuk membayar utang. Harus digunakan untuk memperbaiki struktur keuangan. Mereka bayar utang bisa lewat obligasi.

“Intinya PMN tidak boleh untuk bayar utang, kalau mereka tetap ‘ngeyel’, maka pecat saja jajajran direksinya,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka