Jakarta, Aktual.co — Kebijakan pemerintah Jokowi-JK untuk menerapkan mekanisme subsidi tetap terhadap bahan bakar minyak (BBM) nasional, menjadi bukti kebijakan reaktif. Karena, kebijakan itu terlihat tidak dikaji secara matang oleh menteri maupun tim ekonomi kabinet kerja itu.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinan Hutahea kepada Aktual.co, di Jakarta, Jumat (2/1).
“Itulah kenapa saya sebut kebijakan ini kebijakan reaktif yang tidak dikaji secara matang oleh menteri-menteri yang berada di bawah perekonomian,” kata dia.
“Saat ini subsidi hanya diberikan kepada solar secara flat, dan subsidi untuk premium sudah tidak ada sama sekali. Tentu ini memang membawa publik pada mekanisme pasar atau liberalisasi, yang mana hal tersebut sdh di larang MK dlm putusannya terhadap uji materi UU Migas kita,” tambahnya.
Ia pun mengaku heran dengan para pembantu presiden itu. Karena, dinilai tidak mampu menelurkkan kebijakan yang antisipatif dan lebih bermanfaat bagi bangsa.
“Terlebih saat ini pemerintah belum mengumumkan berapa besar subsidi yang masih diberikan di APBN. Ini harus jelas supaya rakyat tau dan tidak mencurigai langkah pemerintah,” ucapnya.
Oleh karena itu, menjadi keharusan pemerintah untuk melibatkan DPR RI.  sehingga dalam pengajuan APBN P tidak terjadi pelanggaran terhadap UU.
“Ada baiknya pemerintah melakukan kajian matang dulu terhadap pola subsidi flat, dikaji dampak-dampaknya terhadap politik, hukum, ekonomi, sosial dan pasar. Sehingga kebijakan itu tidak sporadis tanpa konsep matang dan jelas,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang