Jakarta, Aktual.com — Puluhan pria bertopeng diduga anggota kelompok neo-Nazi melakukan sejumlah serangan terhadap pendatang di Stockholm sepanjang malam, di tengah peningkatan ketegangan terkait masalah imigrasi, kata polisi Swedia, Sabtu (30/1).

Polisi meningkatkan kehadiran mereka di pusat kota, mengerahkan pasukan anti-huru-hara dan helikopter setelah mengetahui bahwa perusuh itu merencanakan serangan terhadap anak-anak pendatang, yang sendirian, di kota itu pada Jumat malam.

“Saya melintas dan melihat kelompok bertopeng berbaju hitam mulai memukuli warga asing. Saya lihat tiga orang dianiaya,” kata laporan harian “Aftonbladet” mengutip keterangan saksi.

Juru bicara polisi Towe Hagg mengatakan, hingga siang, polisi tidak menerima keluhan apa pun terkait serangan tersebut, namun seorang pria 46 tahun ditahan setelah memukul polisi berpakaian preman.

Tiga orang lain ditahan sebentar karena mengganggu ketertiban umum dan seorang lagi menghadapi dakwaan karena membawa pisau.

Sebanyak 100 orang, yang ditutupi mukanya, saat petang turun ke kawasan pejalan kaki di Sergels Torg yang menjadi lokasi bertemu bagi anak-anak muda, termasuk migran tanpa pendamping.

“Aftonbladet” mengutip saksi yang mengatakan kelompok bertopeng itu menyasar “orang dengan penampakan asing” dan memberikan selebaran yang mendesak dijatuhkannya “hukuman yang layak bagi anak-anak dari jalanan Afrika Utara”.

Laman Nordfront, forum dalam jaringan bagi gerakan neo-Nazi SMR, mengatakan “sumber” mereka mengungkapkan bahwa sekitar “100 pengacau” dari klub sepakbola AIK dan Djurgarden berkumpul pada Jumat untuk “menyaring penjahat, yang datang dari Afrika Utara”.

Setelah awalnya mengambil sikap terbuka terhadap migrasi –negara berpenduduk 9,8 juta jiwa itu merupakan salah satu negara Uni Eropa dengan proporsi pengungsi per kapita yang terbesar–, Swedia dalam beberapa hari terakhir mengatakan akan mengusir puluhan ribu orang dalam beberapa tahun, sebagai upaya mereka mengatasi gelombang masuk migran.

Jumlah migran baru yang memasuki negara tersebut anjlok sejak Stockholm memperkenalkan pengecekan foto identitas sistematik terhadap pengunjung mulai 4 Januari.

Pengetatan kebijakan itu dilakukan dengan latar belakang meningkatnya kekhawatiran atas kondisi fasilitas suaka yang sudah terlalu penuh.

Petugas menyerukan peningkatan keamanan setelah seorang pegawai di pusat penampungan pengungsi untuk remaja tanpa pendamping ditusuk.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan