Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta. Aktual/HO

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan praktik korupsi sistematis dalam pemberian kredit ke PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan pemeriksaan terhadap Kepala Divisi Pembiayaan II LPEI, RFL, sebagai langkah krusial.

“Tim Jaksa Penyidik Pidsus memeriksa empat saksi termasuk RFL untuk memperkuat pembuktian perkara tersangka ISL dan kawan-kawan,” paparnya di Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Tiga saksi lain yang ikut diperiksa adalah RR (Relationship Manager LPEI), MM (Kasir Sritex), dan PDSG (GM Inventory Sritex).

Skandal ini menjerat tiga bank BUMN, yaitu Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng, yang memberikan kredit senilai total Rp1,08 triliun kepada Sritex.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan total utang Sritex mencapai Rp3,58 triliun, mencakup sindikasi Rp2,5 triliun dari Bank BNI, BRI, dan LPEI.

“Selain kredit tersebut, Sritex juga mendapatkan pinjaman dari 20 bank swasta,” tambah Qohar.

Pelanggaran terang-terangan terjadi dalam prosedur pemberian kredit. Bank DKI dan Bank BJB disebut mengabaikan prinsip kehati-hatian perbankan.

“Mereka tidak melakukan analisis memadai dan melanggar SOP. Kredit tanpa jaminan hanya boleh untuk perusahaan peringkat A, sementara Sritex berperingkat BB- dari Fitch dan Moody’s,” tegas Qohar.

Pelanggaran ini melibatkan Dirut Bank DKI Zainuddin Mapa dan Pimpinan Divisi Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata. Dana triliunan rupiah pun dialihkan dari tujuan semula.

“Fakta hukum menunjukkan dana tidak digunakan untuk modal kerja, melainkan membayar utang dan membeli aset nonproduktif,” beber Qohar merujuk tindakan Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto.

Akibatnya, kredit macet dengan kolektibilitas 5, dan aset Sritex yang dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang (Putusan No. 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024) tak mampu menutup kerugian negara Rp692,98 miliar.

Kejanggalan finansial Sritex memperkuat dugaan korupsi. Perusahaan yang 59,03% sahamnya dikuasai PT Huddleston Indonesia ini rugi US$1,08 miliar (Rp15,66 triliun) pada 2021, padahal setahun sebelumnya laba diraup US$85,32 juta (Rp1,24 triliun).

“Ini menjadi konsentrasi penyidik,” tandas Qohar.

Kejagung kini menjerat tiga tersangka utama: Iwan Lukminto (Dirut Sritex), Zainuddin Mapa, dan Dicky Syahbandinata. Mereka ditahan di Rutan Salemba sejak 21 Mei 2025 dengan tuduhan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.

“Pemberian kredit melawan hukum ini menyebabkan kerugian negara yang sangat material,” tegas Supriatna.

LPEI sebagai salah satu pemberi kredit juga tengah disorot. Lembaga ini mencatat rugi Rp4,7 triliun pada 2019, berbalik drastis dari laba Rp171,6 miliar di 2018. Saat ini, 117 gugatan hukum mengincar LPEI di Mahkamah Agung, dan KPK menyelidiki 11 debiturnya yang berpotensi merugikan negara Rp11,7 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto