Jakarta, Aktual.com — Petani tidak bisa berharap banyak pada pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Harapan besar yang menggantung di hati rakyat hanya sekedar harapan semata. Nyatanya harapan yang muncul dari janji Jokowi pada masa Pilpres 2014 lalu hingga setahun berjalan pemerintahan baru, tidak ada tanda-tanda direalisasikan.
Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR) Rudi HB Daman menyampaikan pengantar demikian disela-sela aksinya di depan Istana Negara, Senin (28/9). FPR tidak sendirian, beberapa petani dari berbagai daerah turut serta dalam aksinya. Termasuk salah satunya dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA). Demo dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 2015.
FPR dan AGRA tidak sendirian. Disaat bersamaan, ribuan bidan mempertanyakan dan menagih janji-janji Jokowi-JK. Tuntutannya bermuara pada satu kata, diangkat dari pegawai tidak tetap (PTT) menjadi pegawai tetap.
Gurita Jokowi
Salah satu peraga yang dibawa aksi petani adalah Gurita. Menggunakan ceting atau wadah nasi yang dijadikan bagian kepala, gurita nampak nangkring pada pagar kawat pembatas pendemo dengan Istana. Gurita terdiri dari tujuh kaki, dimana kaki-kakinya tertera tuntutan petani.
“Gurita ini menggambarkan bagaimana rezim Jokowi-JK yang menyiksa petani, merampas rakyat, membuat penderitaan bagi rakyat,” terang Rudi.
Ketujuh kaki-kaki gurita itu bertuliskan masing-masing, mengganti sawah dengan perkebunan sawit, memberikan upah murah, membiarkan pembakar hutan, gusur tempat tinggal rakyat, merampas tanah, menaikkan harga BBM dan terakhir menyiksa petani yang melawan. Dibagian atas terdapat gambar Presiden Jokowi bertuliskan ‘yang hobinya’.
Menurut dia, gurita yang dibawanya dalam aksi kali ini menggambarkan kegelisahan petani yang hari ini serentak menggelar aksi di 18 provinsi. Dimana, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang dijanjikan akan lebih populis ternyata malah menjadi boneka imperialis Amerika.
“Kebijakan Jokowi-JK tidak ada ubahnya pemerintahan SBY, Jokowi-JK hanya memoles saja. Kalau SBY janjikan distribusi tanah 8,1 juta hektar. Jokowi tidak mau kalah dengan land reform 9 juta hektar tanah. Tetapi itu semua palsu,” tegas Rudi.
Janji palsu dimaksud merujuk pada kebijakan land reform dengan memberikan sertifikasi tanah. Nyatanya pemberian sertifikasi tanah itu tidak jelas. Padahal yang diinginkan rakyat, land reform itu adalah mengembalikan tanah kepada rakyat seluas 3 hektar per kepala keluarga.
Belakangan ia miris sekaligus prihatin jalannya pemerintahan Jokowi. Sebab rakyat selain tidak mendapatkan realisasi janji-janji, malahan menjadi korban. Ia juga mempertanyakan kelompok yang menguasai dan memonopoli tanah tidak ditindak tegas.
“Di Lumajang petani mati karena tolak tambang besi disana. Sudah banyak yang ditangkap. Jokowi seakan populis tapi keras terhadap rakyat. Itu bisa dilihat dari Luhut Pandjaitan (Menkopolhukam), katanya siapa yang buat berisik akan disikat. Itu menempatkan rakyat jadi musuh,” demikian Rudi.
Artikel ini ditulis oleh: