Yogyakarta, Aktual.com – Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) Prof Wayan Tunas Artama berharap masyarakat tidak khawatir berlebihan dengan kasus cacar monyet atau monkeypox yang sempat mewabah di Inggris pada Mei 2022.
“Edukasi dan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko dapat dijadikan strategi utama untuk menurunkan paparan terhadap virus cacar monyet,” katanya di Yogyakarta, Senin (6/6).
Menurut dia upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang bergejala cacar monyet.
Gejala penyakit cacar monyet pada manusia, kata dia, memiliki kemiripan dengan penyakit cacar, antara lain muncul demam di atas 38,5 derajat Celcius, lemah, menggigil dengan atau tanpa keringat, nyeri tenggorokan dan batuk, pegal-pegal, pembengkakan kelenjar limfa, serta sakit kepala.
Berikutnya diikuti dengan kemunculan ruam makular-papular berbatas jelas, vesikular, pustular, hingga lesi berkeropeng.
“Masa inkubasi cacar monyet berkisar enam hingga 13 hari,” kata dia.
Ia menjelaskan cacar monyet merupakan penyakit zoonosis yang menular dari hewan ke manusia saat mengonsumsi atau melakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.
Cacar monyet, kata dia, ditransmisikan melalui berbagai jenis satwa liar dari hewan pengerat seperti tikus dan tupai dan primata yaitu kera dan monyet.
Penularan secara kontak langsung, kata dia, juga dapat terjadi antarhewan.
“Penularan cacar monyet dari manusia ke manusia utamanya melalui droplet pernapasan yang secara umum perlu kontak erat yang cukup lama,” kata dia.
Penularan, katanya, juga bisa melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau materi lesi cacar serta kontak tidak langsung dengan benda maupun permukaan yang terkontaminasi.
Menurut dia, masyarakat bisa melakukan pencegahan dengan rutin mencuci tangan menggunakan sabun atau handsanitizer, memakai masker, menerapkan hubungan seksual yang aman, serta menerapkan etika batuk dan bersin yang benar.
Melihat penularan cacar monyet antar manusia yang tergolong tinggi, Wayan mengimbau kegiatan surveilans difokuskan pada fasilitas kesehatan dengan target kasus dan kelompok probabel.
Selain itu, berkaca dari wabah cacar monyet di Amerika Serikat pada 2003 silam, ia menekankan pembatasan dan transportasi hewan perlu dipertimbangkan dan diperketat, terutama dari daerah endemik dan negara-negara dengan wabah tersebut.
“Sementara hewan yang diduga telah kontak dengan hewan terinfeksi perlu dikarantina serta ditangani sesuai dengan standar pencegahan dan diilakukan observasi gejala cacar monyet selama 30 hari,” demikian Wayan Tunas Artama.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
As'ad Syamsul Abidin