Jakarta, Aktual.com — Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Anwar Nasution mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak berbeda jauh dengan‎ zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda pada sekitar 3 abad yang lalu.

Pasalnya, kata Anwar, porsi pendapatan nasional baik dari penerimaan ekspor maupun penerimaan negara lainnya masih bertumpu pada sektor primer, seperti pertanian rakyat, perkebunan, pertambangan dan perikanan.

“‎Ekonomi kita enggak beda dengan jaman VOC. Tergantung pada perkebunan, perikanan rakyat. Kalau cuma menghasilkan sawit, bikin CPO diolah di sana enggak bisa kaya,” kata Anwar dalam acara seminar di Hotel Borobudur, Jakarta, kamis (17/12).

Akibatnya, sambung dia, gejolak yang terjadi pada perekonomian global pun begitu mudah memengaruhi perekonomian Indonesia.

Ia menerangkan, setidaknya saat ini Indonesia tengah menghadapi tiga gejolak perekonomian global. Pertama, penurunan jumlah permintaan dan tingkat harga komoditi primer sejak 2010, baik hasil perkebunan maupun pertambangan.

“Ini akibat dari kemerosotan ekonomi China dan India yang merupakan pangsa pasar utama ekspor bahan mentah kita,” papar dia.

Kedua, ketidakpastian berakhirnya kebijakan moneter di negara maju berupa quantitative easing (QE), terutama di Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Jepang. Berakhirnya QE membuat bunga pinjaman luar negeri semakin mahal, karena kombinasi antara kenaikan tingkat suku bunga dan penguatan kurs dolar Amerika Serikat (USD).

“Selain itu, adanya bencana alam el nino yang menyebabkan kebakaran hutan di seluruh wilayah Indonesia. Akibatnya bahan makanan banyak yang impor karena gagal panen,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan