Surabaya, Aktual.com – Para guru disarankan untuk paham hukum. Guna melindungi mereka agar tidak terlibat pelanggaran hukum yang fenomenanya tengah meningkat.

Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Surabaya, Endang Mulyani Putro membeberkan sejumlah kasus yang kerap dialami guru. Antara lain kasus ‘kekerasan’ terhadap siswa.

Menurut dia, maraknya kasus itu disebabkan ada perbedaan pemahaman makna ‘kekerasan’ antara wali murid dengan guru. Akibatnya, banyak guru kena pidana. Padahal, dulu guru diperbolehkan memukul tangan atau mencubit siswa jika kurang memahami mata pelajaran. Tapi sekarang jaman sudah berbeda.

“Hanya dengan kata-kata saja bisa menjadi perkara hukum karena termasuk kekerasan psikologis,” kata dia, di Surabaya, Minggu (6/3).

Karena itu, IGI menyediakan advokasi dan perlindungan gratis bagi guru yang kesulitan hadapi perkara hukum. Permasalahan guru, ujar dia, tidak hanya mengenai tunjangan yang tidak sinkron atau terindikasi suap saja.

Praktisi hukum Habib Zaini menambahkan guru memang penting memahami hukum agar terhindar dari kasus pidana. Lembaga profesi guru pun menurutnya harus memberi perlindungan hukum atau advokasi secara cuma-cuma. Sehingga permasalahan yang sering dialami guru tidak menjadi tradisi.

“Para guru harus diselamatkan jika terlibat kasus hukum, sebab mereka sudah berupaya mencerdaskan generasi bangsa,” kata dia.

Menurut Habib, undang-undang guru dan dosen juga perlu dipahami agar terhindar dari ketidakadilan atas tindakan sewenang-wenang atasan ataupun wali murid. Sebab terkadang guru tidak memperkarakan tindakan tidak adil yang dialami, karena anggap akan banyak menghabiskan biaya.

“Terkait masalah pidana yang melibatkan guru, advokasi organisasi profesi guru seharusnya melakukan observasi dan investigasi terhadap permasalahan. Biasanya perkara yang melibatkan guru tidak semua masuk kepolisian, karena ada peran pemerintah dan organisasi yang bisa jadi fasilitator,” kata dia.

Untuk perkara mendidik yang bisa dikatakan kekerasan seperti mencubit, memukul, menendang, dan lainnya bisa terjebak Pasal 76 C UU Perlindungan Anak, sehingga sebelum masuk perkara itu, diharapkan adanya sebuah solusi yang memuaskan semua pihak, bukan kemenangan satu pihak.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara