Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya

Jakarta, aktual.com – Meskipun telah diumumkan diberhentikan dari posisi ketua umum, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tetap akan menyelenggarakan rapat pleno rutin PBNU. Ia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut difokuskan pada pembahasan program PBNU, termasuk agenda terkait penanganan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah.

“Besok pleno akan kita gelar untuk bicara tentang program-program yang akan menjadi tugas-tugas kita, termasuk juga mengevaluasi sejumlah program yang sekarang berjalan, dan juga ada khusus nanti yang terkait dengan konsolidasi untuk penanggulangan atau kontribusi NU dalam penanggulangan dampak bencana yang sekarang sedang berlangsung. (Rapat pleno) Rutin enam bulanan,” kata Gus Yahya di Kemensetneg, Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).

Ia menegaskan tidak mempermasalahkan keputusan rapat pleno PBNU yang menetapkan pengganti dirinya. Menurutnya, keputusan tersebut tidak memiliki landasan hukum sehingga tidak perlu diperdebatkan lebih jauh.

“Ya tidak akan kita bahas panjang-panjang juga ya, karena sebetulnya secara aturan ya tidak bisa dianggap ada, karena memang pertama itu dinyatakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang tidak konstitusional, yang tidak sah, makanya dia menjadi tidak sah dan juga prosedur serta mekanismenya juga tidak sesuai dengan tatanan yang ada,” ujarnya.

Gus Yahya menegaskan bahwa perubahan posisi ketua umum hanya dapat dilakukan melalui muktamar. Ia menolak anggapan bahwa rapat syuriah memiliki kewenangan untuk memberhentikan mandataris PBNU.

“Ya kan sejak awal sudah dibicarakan bahwa rapat harian syuriah tidak berwenang memberhentikan mandataris, dalam hal ini saya sebagai ketua umum. Itu saja, kalau tidak berwenang, dilakukan kan ya tetap tidak bisa diterima, sehingga tidak bisa dilanjutkan, tidak bisa dieksekusi,” ujar Gus Yahya.

Ia menambahkan bahwa prinsip tersebut bersifat universal dalam organisasi mana pun.

“Ini kan sebetulnya hal yang universal ya, dimana-mana kan tidak ada mandataris organisasi bisa diberhentikan di luar permusyawaratan tertinggi, kan tidak pernah ada. Ini tentu hal yang universal sebetulnya. Semua orang tahu, di NU juga begitu, tidak ada aturan khusus tentang hal itu,” lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain