Menteri ESDM Sudirman Said menjawab pertanyaan anggota Komisi VII saat rapat kerja di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6). Raker tersebut membahas asumsi dasar RAPBN tahun 2017 dan rencana pencabutan subsidi listrik golongan 900 volt ampere (VA) mulai 1 Juli mendatang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Ketidak sepahaman antara Kementerian ESDM dengan PT PLN menjadi keluhan Menteri ESDM Sudirman Said, hingga dia dengan berat hati menyampaikan keresahan itu kepada DPR saat rapat dengan Komisi VII.

Menteri Sudirman berkeluh kesah, kebijakan Direksi PLN acap kali bertentangan dengan garis kebijakannya, sehingga dia merasa PLN menjadi penghambat program pembangunan listrik 35.000 MW yang menjadi program prioritas pemerintahan Jokowi-JK.

“Kami sampaikan situasi di lapangan dan kami mita perhatian Komisi VII, kami sampaikan sebagai proses pembelajaran, dalam berbagai kebijakan yang ingin mempermudah, mempercepat dan menyederhanakan tapi eksekusi di lapangan tidak sejalan apa yang kami gariskan,” tuturnya dalam penyampaian saat rapat dengan DPR Komisi VII Senayan Jakarta, Selasa (21/6).

Lebih lanjut dia memegaskan bahwasanya dalam urusan pembangunan listrik 35.000MW, PLN merupakan hanya salah satu bagian dari pelaku, sehingga direksi PLN harus menyadari dan membuka ruang bagi para investor dalam pengembangan Independent Power Producer (IPP) di Indonesia.

“Masalah kordinasi lintas sektor adalah masalah hukum, ingin kami tegaskan dalam urusan pembangunan listrik 35.000MW, PLN hanya salah satu saja bagian dari pelaku, karena itu 35,000MW bukan urusan PLN tapi urusan negara dan itu dikatakan berulang-ulang oleh Presiden,” ujarnya.

Dia menegaskan dampak yang ditimbulkan adalah ketidak pastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia

“Dampaknya pasar bertanya, siapa yang meregulasi dan siapa yang mengeksekusi, kenapa regulasi tidak sejalan dengan eksekusi hingga menimbulkan keragu-raguan dari pasar,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka