Jakarta, Aktual.com — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPera) mengidentifikasi keberadaan sarana dan prasarana irigasi sebagai penampung sumber daya air bagi penduduk yang berprofesi sebagai petani lahan basah dan kering menghadapi ancaman el nino 2015.
“Identifikasi ini sebagai upaya menghadapi ancaman el nino yang diprediksi BMKG tengah berlangsung hingga November 2015 itu, dan berdampak terhadap penurunan produksi pangan dan energi dan antisipasi jangka panjang lainnya,” kata Kepala Balai Sungai Wilayah Nusa Tenggara II, Chrisal A.Manu kepada wartawan di Kupang, Rabu (8/7).
Ia mengatakan identifikasi sarana penampung air ini merupakan tindaklanjut dari seminar nasional yang digelar pada akhir Mei 2015 di Kupang, sebagai upaya khusus dari Kemenpupera mengatasi gejalan el nino saat ini.
Karena menurut dia, dalam kurun waktu lima tahun ke depan mendapat perhatian pemerintah pusat untuk pembangunan bendungan atau waduk.
“Lima bendungan atau waduk yang menurut rencana akan dibangun di NTT selain di lokai Raknamo Kabupaten Kupang, juga adalah Kolhua Kota Kupang, Rotiklot Kabupaten Belu, Nampunggete, Lambo dan Temef di kabupaten Timor Tengah Selatan,” katanya.
Menurut dia, percepatan pembangunan sumber daya air merupakan upaya untuk mencapai kedaulatan pangan di Indonesia. Dan, ketersediaan air adalah hal penting yang menjadi prioritas pemerintah.
“Selain pembangunan waduk, embung dan irigasi, pihaknya juga akan membangun penahan atau tanggul di sungai-sungai yang berpotensi menimbulkan banjir,” katanya.
Ia menyebut berdasarkan hasil perhitungan sementara, bendungan Rotiklot akan menghabiskan anggaran sekira Rp400 miliar. Dan, direncanakan untuk dibangun bertahap.
Ia mengatakan hingga akhir 2014 terdata 1.581 buah irigasi yang terdiri dari 66 irigasi teknis dengan luas 28.362 HA dan irigasi belum teknis 1.515 buah yang belum seluruhnya berfungsi maksimal untuk mengatasi masalah kekeringan di NTT.
“Ini merupakan kondisi infrastruktur sumber daya air (SDA) di Nusa Tenggara Timur yang selama ini masih menjadi masalah bagi sekitar 5,5 juta jiwa warga di wilayah ini yang dalam setahun diperkirakan membutuhkan air bersih sekitar 4,8 miliar m3 (Meter Kubik),” katanya.
Ia mengatakan belum maksimalnya sarana irisasi dan sumber daya penampung air lain di NTT itu juga disebabkan oleh sejumlah hal diantaranya bencana alam, usia sarana irigasi itu dan keterbatasan anggaran untuk merehabilitasi atau meremajakan sarana yang telah termakan usia itu.
Kondisi ini katanya telah berdampak pada gagal panen, kekurangan air bersih, malnutrisi dan persoalan sosial lainnya akibat kondisi alam yang memang demikian.
“Kita tidak ingin terus terbuai dengan paradigma membiarkan air mengalir sampai laut tanpa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Artikel ini ditulis oleh: