Jakarta, Aktual.com – Dewan Energi Nasional (DEN) meminta pemerintah bersungguh-sungguh mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai langkah antisipasi ancaman ketahanan energi akibat keterbatasan sumber energi fosil.
Dalam Penjelasan Anggota DEN, Sonny Keraf, besarnya jumlah penduduk Indonesia menuntut laju tingkat konsumsi semakin besar. Sementara, kecilnya tingkat kemampuan produksi migas nasional membuat beban negara semakin besar dalam pengadaan penyediaan impor crude.
Maka dia memandang, pengembangan EBT menjadi keharusan bagi Indonesia untuk meringankan beban negara dan mendorong ketahanan energi nasional.
“Kita harus mengutamakan EBT, ini sebuah keharusan. EBT harus dikembangkan secara serius dan prioritas,” tegas Sonny, Rabu (14/12).
Lebih lanjut, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup di era Abdurahman Wahid itu menuturkan; saat ini penggunaan EBT masih sangat rendah. Jika tidak ada terobosan, bukan tidak mungkin pada 2025 Indonesia mengalami defisit energi, baik listrik dan bahan bakar minyak secara signifikan.
“Secara konservatif, potensi EBT baru digunakan sebesar 1 persen dari total 801,2 gigawatt (GW). Ke depan, impor energi harus dikurangi,” katanya.
Visi Indonesia mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi sebenarnya telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Namun, EBT punya tantangan yang mesti mendapat perhatian dan keberanian dari pemangku kebijakan.
Mengingat biaya pengembangan EBT lebih mahal daripada energi fosil, maka dibutuhkan berbagai kebijakan fiskal dari Kementerian ESDM.
Sementara Ketua Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Herman Darnel Ibrahim menyebut pengembangan EBT menemukan banyak tantangan.
Diantara tantangan tersebut yakni mengenai nilai investasi, instrumen kebijakan tarif dasar, diversifikasi penggunaan bahan bakar, penguasaan teknologi, dan cadangan sumber energi lain.
“Feed in tariff belum diterima dengan baik oleh PLN dan Kemenkeu. Tantangan lainnya, harga patokan yang ditetapkan pemerintah masih kurang menarik bagi investor,” tandas Herman Darnel.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka