Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, putusnya rantai informasi peringatan dini sampai ke masyarakat harus segera diantisipasi menghadapi dampak La Nina yang diperkirakan akan berlangsung akhir tahun hingga Februari 2022.
“Berdasarkan pengalaman beberapa kali terjadi terputusnya rantai informasi dari Pusdalops yang tidak bisa dilanjutkan dari pemda ke desa-desa terdampak atau rawan bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita dalam Rakornas Antisipasi La Nina yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (29/10).
Karena terputusnya rantai informasi dapat menghambat kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi bencana.
Dwikorita menjelaskan, beberapa penyebab putusnya rantai informasi tersebut biasanya menjelang cuaca ekstrem akibat kilat atau petir menyebabkan listrik atau sinyal komunikasi terganggu hingga terputus.
Kemungkinan lainnya, ada beberapa kabupaten/kota yang perlu lebih meningkatkan kesiapsiagaan terutama personel yang bertugas menyampaikan informasi peringatan dini setidaknya bersiaga dalam 24 jam.
Serta adanya kemungkinan tertentu misalnya bencana yang terjadi bersamaan atau multibencana.
“Maka rakornas kali ini salah satunya mencari terobosan bagaimana mencari solusi putusnya rantai komunikasi. Pengalaman BMKG yang paling handal adalah menggunakan radio komunikasi HT sehingga BMKG tidak hanya bertumpu pada teknologi digital tapi kami back up dengan HT agar bisa berkomunikasi dengan BPBD,” katanya.
Selanjutnya informasi peringatan dini bisa dilanjutkan dengan mekanisme tradisional seperti kentongan, sirine atau alat lainnya yang paling tepat di daerah masing-masing.
“Jadi penyebaran informasi ini mohon disiapkan, BMKG juga menyiapkan sirine mobile phone tapi tetap ada yang perlu mengaktifkan di kabupaten/kota,” tambah Dwikorita.
Terkait informasi peringatan dini, BMKG memiliki ribuan sensor monitoring cuaca di seluruh wilayah Indonesia dan d landasan pacu ada lebih 180 alat monitoring cuaca.
Dia juga mengimbau agar mitigasi segera dilakukan sebelum dampak La Nina dirasakan, karena meski hujan tidak lebat jika lingkungan tidak mendukung maka kemungkinan juga bisa terjadi banjir atau tanah longsor.
“Bencana longsor atau banjir bandang masih mungkin terjadi umumnya di lokasi yang rusak, lereng terpotong atau wilayah hijau sudah banyak terbuka artinya tanpa La Nina pun, meski hujan tidak lebat dapat memicu terjadi banjir. Mari kita cek kapasitas tata air dari hulu hilir,” ujar Dwikorita.
BMKG memonitor fenomena La Nina lemah pada akhir tahun dan akan terus bertahan sampai Februari 2022 dengan level menengah. La Nina dapat berdampak peningkatan curah hujan sehingga berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu