Jakarta, Aktual.com – Menghadapi tantangan global yang makin komplek, penguasaan teknologi menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. Khususnya dalam ketahanan pangan dalam negeri.
Terkait hal ini media online Panen News menggelar Focus Group Discusion (FGD) dengan tema Geliat Ketahanan Pangan Indonesia 2023.
Dalam kegiatan ini hadir Pemimpin Umum Panen News yang juga CEO PT Tangguh Media Nusantara, Amir Firmansyah dan Pimpinan Redaksi Panen news. Azanil Kelana yang juga selaku moderator.
Sementara untuk pembicara yakni Marsudi Wahyu Kisworo, Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Juga perwakilan dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Septalina Pradini dan pegiat sosial Nukila Evianti.
Dalam kesempatan tersebut, Marsudi menyampaikan, ada beberapa tantangan konkret dalam hal ketahanan pangan. Yang pertama ada perubahan iklim.
Ini menjadi tantangan karena jika sebelumnya para petani bergantung pada cuaca untuk menanam padi. Namun hal tersebut tidak bisa lagi menjadi tolak ukur.
“Saat ini musim hujan sudah tidak teratur, dampaknya petani kerap mengalami kerugian karena padi yang ditanamnya kebanjiran atau bahkan kekeringan karena tidak ada air,” ujarnya yang dikutip, Selasa (28/2).
Kemudian tantangan yang kedua adalah Pandemi. Hampir tiga tahun Indonesia dihantam Pandemi dan hal ini cukup terasa melumpuhkan perekonomian. Pasalnya masyarakat tidak bisa bergerak keluar rumah.
Tantangan yang ketiga adalah geopolitik diantaranya perang Rusia- Ukraina dimana beberapa negara terdampak langsung atas perang tersebut. Indonesia sebenarnya juga terdampak, namun masih bisa ditambal.
Tantangan yang ke empat adalah pertumbuhan penduduk. Data yang ada di BRIN setiap tahunnya lahan pertanian berkurang hingga 100 hektar persegi. Artinya lahan untuk pertanian berkurang sementara naluri mahluk hidup untuk berkembang terus berjalan.
“Hal ini tentu menjadi masalah yang harus ditemukan solusinya,” ucap Marsudi.
Terakhir adalah minimnya regenerasi petani dan nelayan. Ini menjadi masalah yang terus dilakukan solusinya. Salah satunya adalah bagaimana menarik kelompok Milenial untuk mau terjun menjadi petani.
Sementara itu, Septalina Pradini mengatakan jika pihak Kementan telah menyebar petugas penyuluh pertanian yang stand by di tiap kecamatan.
Untuk para petani yang ingin berkonsultasi bisa langsung mendatangi badan penyuluh pertanian.
“Kita sebagai pemerintah tentu mendukung terciptanya iklim sikus pertanian yang sehat. Karena ini berhubgan dengan hajat hidup orang banyak,” ujarnya.
Sementara Nukila Evianty mengatakan, ada banyak cara untuk menghadapi tantangan soal ketahanan pangan. Salah satunya dengan pemberdayaan para petani Indonesia.
Sebab petani di Indonesia itu tidak sejahtera. Bahkan petani juga tidak ingin anaknya menjadi petani. Para petani memilih untuk membelikan motor anaknya dan menjadi ojek online.
“Keadaan ini cukup miris, karena apa yang kita makan dari petani. Namun kenyataannya Bertani bukan pekerjaan yang banyak diminati,” ujarnya.
Lebih lanjut pegiat sosial ini mengajak para anak muda untuk bisa memaksimalkan kemampuannya untuk membangun jaringan yang bisa membangkitkan pertanian.
Menurutnya banyak badan yang mau memberikan sumbangan dana untuk keberlangsungan pertanian yang lebih modern.
“Yang penting para anak muda ini memiliki ide atau konsep. Kemudian juga harus memiliki cara untuk menguraikan ide tersebut menjadi suatu gerakan,” ucapnya.
Terkait penggunaan teknologi untuk ketahanan pangan, Marsudi menekankan pentingnya penggunaan teknologi.
Dirinya menyontohkan ada lahan di Serang, Banten seluas 200 hektar hanya dijaga oleh lima orang pemuda.
Tapi lima pemuda tidak membawa cangkul, melainkan membawa handphone untuk mengoperasikan Drone. Jadi jika ada hama bisa langsung ditembak menggunakan laser.
“Hal ini yang harus tersampaikan kepada seluruh petani agar ketahanan pangan di Indonesia bisa terjamin,” ujarnya.
Marsudi juga menggarisbawahi soal perkembangannya manusia yang selalu bertambah tiap tahunnya. Menurut Marsudi petani Indonesia juga harus bisa memanfaatkan ruang agar dengan ruang yang kecil namun bisa memproduksi dua kali lipat daripada sebelumnya.
“Misalkan seperti urban farming yang hanya menggunakan ruang seadanya untuk bertani. Namun jika hal tersebut dilakukan oleh separuh penduduk Indonesia maka ketahanan pangan di negeri ini bisa terjamin,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu